Langsung ke konten utama

Actually Love (2)

Mobil kyla segera meluncur melintasi jalanan ibu kota yang padat. Sepanjang perjalanan ibu kota yang selalu dilaluinya, Kyla sesekali menatap Ben dari kaca depan mobilnya. Kyla tersenyum kecut melihat malaikat kecilnya itu bisa tidur dengan tenang tanpa beban.

“Huh, enaknya jadi anak kecil. Tidak ada beban pikiran. Bahkan mungkin, besok Ben juga sudah akan melupakan kejadian makan siang tadi yang seperti mimpi buruk itu..!” keluh Kyla sejenak, lalu tersenyum kecil lagi setelah melirik Ben yang berguling di jok belakang mobil.

Hari ini satu lagi orang yang mulai membandingkan antara dirinya dan Ben, putra tercintanya. Kyla mulai berandai jika saja nanti Ben cukup dewasa, atau sudah mulai berpikir adanya kejanggalan pada keluarganya, apa yang harus Kyla katakan pada Ben.

“Apa salahnya memiliki anak dari inseminasi buatan? Apa Ben bisa mengerti, yaa?” Pikiran Kyla mulai dipenuhi seribu pertanyaan yang seringkali menyesaki otaknya yang kecil, seolah akan meledak.

Tiba-tiba Ben terduduk di bangku belakang dan memperhatikan wajah ibunya dari spion depan mobil yang dikendarai Kyla.

“Apa mama marah?” Tanya Ben.

Kyla tersenyum kecut. “Kenapa Ben berpikir kalau mama marah?” Tanya Kyla.

“Iya. Aktor idolanya bibi Grace menyinggung perasaan mama, kan?” Celoteh Ben seperti orang dewasa.

“Aktor idola? Teman Bibi Grace?” Tanya Kyla.

“Iya. Dia itu aktor idola Bibi Grace.” Ujar Ben lagi. “Bibi Grace sering nonton filmnya juga mendengarkan lagunya orang itu.” Lanjutnya.

“Bukannya dia itu teman Bibi Grace sewaktu di London?” Tanya Kyla.

“Iya. Orang itu. Mama kesal, yaa?” Tanya Ben.

“Sedikit.” Ujar Kyla.

“Dia itu tidak sopan. Benar-benar tidak sopan.” Ujar Ben sok dewasa lagi.

Kyla tertawa kecil. “Ben. Kau mulai seperti kakek-kakek kecil, kau tau itu?” tanya Kyla.

“Habis....!!!” Protes Ben. “Tahu apa dia tentang mama dan aku. Kenapa harus membanding-bandingkan aku dan mama.” Keluh Ben.

Kyla tersenyum lagi. “Iya. Dia tidak tahu apa-apa mengenai mama dan Ben.” Ujar Kyla sambil memandangi putra kecilnya itu dari spion depan.

“Tapi, orang dewasaa memang sering begitu. Sering ikut campur.” Ujar Kyla. “Jadi, biarkan saja dia mau bilang apa. Toh, tidak penting juga.” Lanjut Kyla.

Ben terdiam. Kyla segera tersenyum. “Nah, jagoan kecil mama, ayo kita ke rumah uncle Dennis.” Ujar Kyla sesaat setelah sampai didepan rumah kecil tempat Dennis dan Grace tinggal.

Ben melepaskan sabuk pengaman yang dipakainya lalu, keluar dari mobil. Dennis segera menyambut pangeran kecil ku itu di depan ruko yang dijadikan bengkel di lantai dasar dan rumah di lantai atas dari ruko itu. Grace yang sudah duluan pulang sejak makan siang tadi melambaikan tangan dari depan pintu.

Dennis dan Ben segera melambaikan tangan. Dan aku pun menurunkan kaca samping mobil.

“Jaga Ben yaa, boss.” Ujar Kyla pada Dennis. “Ben, bye-bye.” Lanjut Kyla pada Ben.

“Beres.” Ujar Dennis.

“Bye-bye...” ujar Ben dengan senyum mengembang walau sudah mengantuk.

Aku segera menaikkan kaca dan melaju keluar dari deretan ruko di daerah selatan Jakarta dan memasuki jalan raya menuju timur Jakarta yang sudah mulai lengang.

“Lagi-lagi, hari ini Dennis dan Grace yang akan tidur satu kamar dengan anak kesayangan ku yang sudah mulai mengantuk.” Desis Kyla sambil mengendarai mobilnya.

Karena seharian ini setelah makan siang tadi, Ben ikut denganku ke kantor Mr. Jo yang merupakan klien-ku. Tentunya, bersama dengan Mr. Jo dan 2 anak kembar yang selalu memanggilnya ‘Bibi’.

***

Sementara di sepanjang jalan menuju kawasan rumah elite di barat kota Jakarta, Jay terus saja memarahi Jun yang mengungkit masalah pribadi Boss-nya didepan teman-temannya, di restaurant. Jun sudah terbiasa dengan ungkapan setengah putus asa mantan model yang kini menjadi staff tim produksi di perusahaan advertising itu.

“Kenapa harus membahas hal sekonyol itu di depan umum? Menanyakan hal-hal bodoh macam itu?” Keluhan Jay diulang lagi seperti tape recorder yang terus menerus di replay pada bagian yang sama. “Kau tau Kyla Cly sekarang adalah atasan ku langsung di tempat ku bekerja. Kau benar-benar tidak sopan tadi.” Keluhnya.

“Maaf. Aku tidak sengaja.” Ujar Jun yang belakangan ini lebih sering dimarahi Jay ketimbang manajemennya. “Habis, anak itu benar2 tidak mirip dengan ibunya. Kulitnya putih dan matanya sipit... Ibunya sendiri, ...” kata-kata Jun terhenti saat melihat wajah penuh depresi dan emosi Jay.

“Iya, memang. Kyla Cly itu sedikit... apa istilahnya?” Jay mencoba mencari kata-kata di dalam otaknya sambil terus mengemudikan mobil.

“Eksotik?” pancing Jun.

“Nah, itu dia. Memangnya kau tidak pernah melihat wanita berkulit tropis,.. maksud ku Eksotik begitu apa? Ini Jakarta, bro..! Kulit Eksotik begitu banyak berkeliaran di mall tanpa perlu di-tamming dengan anak mereka yang berkulit lain. Kau hidup di jaman di mana Pria lokal atau internasional bisa bersaing dengann adil lalu menikahi salah satu wanita yang jauh berbeda dengannya kan. Bukan cuma ‘Racism’ tapi, pertanyaan seperti itu benar-benar bisa membuat orang tersinggung. Bagaimana kalau sampai anaknya bertanya yang macam-macam? Kyla Cly bisa jadi ‘alergi’ pada anak buahnya yang bernama Jay ini.” Ujar Jay panjang.

“Baiklah. Maaf.” Ujar Jun. “Aku benar-benar tidak sengaja.”

Jay akhirnya lelah juga ber’kicau’ terlalu lama. Pria itu hanya mendengus kesal.

“Apa Boss mu itu akan benar-benar ‘alergi’ pada mu?” tanya Jun.

“Tidak tau. Entahlah. Setahuku sejauh ini, Ms. Cly itu tidak akan membawa persoalan pribadi ke kantor. Semoga saja masih seperti itu.” Desis Jay pasrah.

“Baguslah kalau begitu.” Balas Jun. “Ms. Cly?” ulang Jun. “Bukan Mrs. Cly?”

Jay mendengus kesal lagi. “Hei, ayolah. Itu masalah pribadi orang lain. Dia memang tidak menikah.” Ujar Jay akhirnya justru membocorkan gossip kantoran yang beredar luas di kantornya.

“What?” Tanya Jun. “Jadi maksudnya tidak punya suami bukan berarti dia itu janda melainkan tidak menikah?“Jadi, Boss mu itu punya ‘aib’ juga, yaa?” Sindir Jun.

“Hei, kau mulai lagi.” Keluh Jay. “Itu urusan pribadinya. Jangan kau bahas lagi.”

Jun terdiam. “Menarik juga, seperti yang kau bilang. ‘Ms. Independent’ yang jadi Boss mu itu.” desis Jun.

“Memang. Seluruh orang di kantor sebenarnya sudah tau kalau Ms. Cly itu tidak pernah menikah, tapi memiliki anak. Itu sebabnya aku bilang dia menarik.” Desis Jay.

“Jadi itu alasan kau bilang kalau dia menarik.” Gumam Jun. “Jadi, kau tidak akan mendapatkan masalah dikantor nantinya, kan?” Tanya Jun memastikan.

“Asalkan aku tidak membawa mu ikut makan siang dengannya lagi.” Desis Jay.

Jun melirik Jay dari spion memastikan ekspresi wajah Jay.

“Tenanglah. Dia sangat professional dan sangat memakai logika. Jadi sejauh aku tidak mencoba membuat pekerjaannya berantakan, maka tidak akan ada masalah.” Lanjut Jay.

Jun mengambil nafas lega dan segera melepaskan Sabuk pengamannya saat mobil yang dikendarai Jay berhenti didepan sebuah rumah dikawasan elite itu. Jay segera memarkirkan mobil di carport rumah sahabatnya itu.

Pembicaraan mereka tidak berhenti begitu saja walaupun sudah cukup malam, Jun dan Jay masih sama-sama terlalu depresi untuk bisa memejamkan mata mereka. Jun segera menuangkan secangkir air dingin dan menyodorkannya pada Jay.

“Setiap hari selalu saja seperti ini... sepi..” Ujar Jun.

“Kalau begitu, kembali saja pada Difa-mu itu.” ledek Jay.

“Jangan membahas Difa lagi. Aku bisa mabuk tanpa minum alkohol kalau membahas Difa lagi.” Ujar Jun. “Dan kau,.. kau sendiri kenapa masih saja menunggu Sue? Sue akan segera menikah akhir bulan ini. Jadi cari saja gadis lain.” Saran Jun.

“Kita ini benar-benar akan di sangka Gay... sudah tinggal bersama. Jalan keluar juga hampir selalu bersama. Kemana-mana selalu saja ‘pembuat rusuh’ yang tenar ini yang ada di samping ku. Huh...! benar-benar menjenuhkan. Ditambah lagi sekarang aku ditendang dari bagian produksi dan harus bekerja dengan Ms. Cly yang prefeksionis. Lengkap sudah penderitaan ku.” Celoteh Jay seperti orang mabuk.

Jun hanya terkikih saja melihat sahabatnya sama-sama frustasi dengannya.

***

Kyla segera menyandarkan tubuhnya pada bantal empuk diranjangnya. Ben mungkin sudah tertidur lelap bahkan sebelum Kyla masuk pintu tol setelah keluar dari daerah ruko tempat Dennis dan Grace. Rasanya Kyla benar-benar ingin tidur lelap seperti Ben dan melupakan kejadian tidak menyenangkan disaat makan siangnya. Kyla mulai mengantuk dan memejamkan matanya. Tapi, tak berapa lama telphone di kamarnya berbunyi merusak mood-nya untuk tidur. Kyla segera terbangun.

“Halo, Ky.... ini aku Glen.” Ujar Glen diujung telephone.

“Glen. Sebaiknya kau benar-benar punya sesuatu yang penting untuk disampaikan pada ku sekarang.” Keluh Kyla yang baru saja nyaris tertidur.

“Sebenarnya, aku mau minta bantuan mu besok. Bukan hal yang penting bagi mu mungkin. Tapi, sangat-sangat penting untuk pernikahan ku akhir bulan ini.” Ujar Glen.

“Kau tidak akan bilang Sue melarikan diri atau selingkuh malam ini, sampai aku harus membantu mu menerangkannya pada orangtua mu, kan?” Tanya Kyla kesal karena waktu tidurnya diganggu.

“Kau mendoakan aku apa sih sebenarnya sampai bicara begitu?” Keluh Glen. “Tidak. Tentu saja bukan itu.” Jawab Glen.

“Aku hanya ingin tanya, cincin untuk pernikahan ku seharusnya saphire atau diamond? Yang mana yang Sue suka?” Tanya Glen.

“Dan satu lagi. Besok, temani aku ke tempat Reno untuk melihat design cincinnya yaa. Ini kan, kejutan untuk Sue. Jadi, kau yang paling tau seleranya, kan?” lanjut Glen.

Kyla mendengus kesal sambil melirik jam di meja samping tempat tidurnya yang sudah menunjukkan pukul 2.00 pagi.

“Jadi kau menelphone ku jam 2 pagi dan membuat ku terbangun hanya karena cincin kalian yang membuat pusing kepala mu itu? Lalu, kenapa kau tidak sekalian saja meminta ku menjemput mu dan membawa mu ke rumah Reno sekarang, lalu membangunkan Reno dan memaksanya menyelesaikan design itu sekarang dan segera membuatnya? Apa kau tidak pernah tau cara memilih waktu yang tepat, yaa?” Keluh Kyla yang sempat diiringi suaranya saat menguap karena mengantuk.

Glen terdiam sesaat. “Maaf. Aku lupa melihat jam.” Desis Glen. “Ayolah, berbaik hati sedikit untuk ku. Kosongkan jadwal mu besok sore untuk melihat design cincin pernikahan ku.” Bujuk Glen.

“Jika hanya itu, kenapa kau tidak SMS saja? Mengganggu ritual tidur malam orang, tau!” keluhan Kyla berlanjut lagi. “Jam berapa?” balas Kyla akhirnya setelah melihat agendanya.

“Jam 6 sore. Kalau begitu. Aku akan ke kantor dan kita akan sampai sana sekitar jam 7. Okay?” Ujar Glen segera sebelum Kyla berubah pikiran dan segera menutup pembicaraan mereka.

Seperti biasa. Anak Boss pemilik perusahaannya itu selalu punya cara untuk merusak mood-nya. Kyla tidak dapat berkutik lagi karena jadwalnya memang kosong dan Kyla segera mengambil pensil lalu menambahkan note di dalam agenda hariannya.

Kyla melirik note kecilnya. “Baiklah Boss.. kecil.” Desis Kyla kesal.

Kyla segera berguling keatas tempat tidurnya kembali setelah menaruh buku agendanya.

***

Pagi sudah mulai berganti menjadi siang. Kyla melirik salah satu kontrak yang akan diajukan perusahaan yang ditangani Jay. Kyla meneliti satu per satu isi kontrak kerja itu. Tangannya tak berhenti mengetik text SMS sambil membaca proposal kontrak itu.

Jay berdiri di depan Kyla dan Jay semakin kikuk melihat Kyla yang memasang ekspresi serius. Namun Jay juga kesal karena Kyla sibuk dengan SMSnya.

“Jay. Aku tidak mau kontrak ini.” Ujar Kyla.

Kata-kata Kyla membuat Jay menganga. “Kenapa?” Itulah pertanyaan yang ingin ditanyakan bibir Jay. Tapi, Kyla segera meneruskan kata-katanya.

“Ini merugikan. Penawaran yang diberikan mereka terlalu Kecil. Jika begini, bagaimana omset kita mau naik. Minta mereka menaikan harga. ” Keluh Kyla.

“Susun ulang kontraknya dan hubungi lagi pihak Ms. Guntara, juga konsultan kita. Karena mereka sudah sering bekerja sama dengan kita dan kita biasanya membuat kontrak awal tahun sebagai patokan harga sewa studio selama setahun, kau harus survey harga dulu untuk memastikan harga yang affordable buat kita. Dan buat laporan untuk finance and accounting departemen kita agar tidak ada yang mempersulit masalah harga lagi dikemudian hari. Jika ada masalah beritahukan pada ku.” Ujar Kyla memberi titah seperti seorang raja.

Jay kembali menelan ludah. Kesal rasanya diperintah oleh seorang wanita. Tapi, bagaimanapun juga, Kyla memang terlalu luar biasa untuk ditandingi kandidat manapun untuk urusan marketing atau produksi di kantor itu. Dan tentu itu sebabnya dia memegang jabatan General Manager, selain karena Kyla memang teman dekat Glen Ardi, Direktur Utama perusahaan publishing dan advertising yang sering dipanggil boss kecil itu.

Jay segera menutup pintu ruangan Marketing Manager dan berjalan lesu kearah meja kerjanya. Jay segera dikelilingi beberapa rekan kerjanya.

“Bagaimana? Berhasil tidak?” Tanya Gaby, salah satu senior di tim produksi mereka pada Jay.

“Nill.” Ujar Jay sambil menggelengkan kepala. “Jika begini, bagaimana omset kita mau naik..” tiru Jay. “Itu katanya...”

“Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Kau kan baru saja dipindahkan dari bagian lapangan. Wajar kalau gagal.” Ujar Brenda.

“Tapi, kau hebat. Ms. Cly tidak memarahi mu sama sekali. Waktu pertama kali Angel menangani sebuah kontrak, ratu lebah itu segera menarik sebelah alisnya dan berkata...’nonsense...apa kalian tidak pernah membaca ulang apa yang kalian tulis?’ begitu katanya sambil menunjukan ekspresi wajah yang dingin. Di depan kami semua.” Cerita Brenda yang segera di-iya-kan oleh rekannya yang lainnya.

Jay tersenyum. “Oh, yaa...?” Tanya Jay.

“Sudahlah. Kau tinggal meminta saran dari konsultan perusahaan dan membuat ulang kontrak. Itu lebih baik daripada di lempar ke bagian lain lagi.” Ujar Gaby.

“Tapi, memang sensasi menangani kontrak dengan klien itu puncak ketegangannya justru saat mengajukannya pada Ms. Cly.” Ujar Roby sambil tertawa. “Benar-benar lebih menegangkan daripada naik jet coaster manapun.” Celoteh Roby.

Mereka mulai terkikih tanpa sadar walaupun sebenarnya jam istirahat kantor belum mulai. Kyla perlahan mendekati anak buahnya itu. dan tak ada yang sadar akan kehadiran orang yang jutru sedang dijadikan bahan pembicaraan itu.

“Betul sekali...” ujar Brenda.

“Sensasi super dingin dari wajah Ms.Cly benar-benar membuat kaku tangan kita saat menunggunya untuk bicara mengenai kontrak...” tawa Roby lagi sambil menunjukkan ekspresi kedinginan.

Jay terkejut melihat Kyla yang ikut tersenyum sinis seolah ingin menelan hidup-hidup mereka. Tapi, tidak ada satu pun yang sadar akan keberadaan Kyla yang bersandar di depan pintu ruangannya.

“Dan dia akan segera menarik sebelah alisnya keatas...” tiru Roby melanjutkan ceritanya pada Jay. “Lalu berkata; ‘Apa saja yang kau kerjakan? Kau tidak pernah bisa membaca apa yang kau tulis yaa? Apa aku sudah membuat keputusan yang salah yang akan membuat perusahaan bangkrut dengan ‘menggaji buta’ orang yang tidak qualified, yang sama sekali tidak pernah becus menangani kontrak kerja dengan klien?’.” Tirunya lagi.

Jay hanya menelan ludah.

Beberapa yang sadar akan keberadaan Kyla segera beralih kearah meja kerja mereka dan mulai sok sibuk dengan pekerjaannya. Kyla segera mendekat kearah Roby yang masih sibuk cekikikan.

“Aku memang akan mengatakan itu..” Ujar Kyla. “Apa jawaban mu?” tanya Kyla segera mengejutkannya.

Semua mata seolah sibuk mencari sesuatu untuk dikerjakan dan segera bubar dari acara ‘ngerumpi’ kantoran mereka. Roby pun kembali ke mejanya sambil berpura-pura mengetik. Kyla melipat tangannya dan bersandar pada salah satu meja dihadapan Jay.

“Apa sudah selesai acaranya?” tanya Kyla.

Tidak ada satupun yang berani menjawab. Seolah tidak terjadi apa-apa, mereka melanjutkan kesibukan mereka masing-masing.

Kyla segera berjalan menuju Jay.

“Kalau Kalian punya waktu senggang, lebih baik jika kalian membantu anak baru di tim kalian menyelesaikan susunan kontrak kerja dengan klien tetap kita. Aku akan menunggu kontrak itu selesai besok pagi di depan meja ku, sebelum rapat laporan pemasukan bulanan dengan orang-orang accounting dan para direksi yang menggaji kalian!” ujar Kyla.

“Jay, kau tangani kontrak dengan Mr. Jo, salah satu klien tetap kita yang baru untuk iklan produk fashion-nya. Ini kontrak kedua mu. Kalau kau tidak mau puluhan susunan kontrak ‘mentah’ yang menggunung di atas meja mu, sebaiknya segera selesaikan semuanya dengan cepat. Aku harap junior tidak akan terpengaruh dengan kebiasaan buruk seniornya. Mengerti, kan?” tanya Kyla.

Jay terdiam sambil mengangguk. Kyla tersenyum sinis dan meninggalkan mereka.

Semua orang di ruangan itu yang tadinya sempat tegang segera menghela nafas lega sesaat setelah Kyla menutup pintu ruangannya.

Jay memandangi kontrak keduanya. “Satu saja belum selesai... tambah lagi...???” Keluh Jay lalu mendengus kesal. “Apa yang harus aku lakukan...?”

***

Jakarta benar-benar macet total entah pagi atau malam hari seperti saat ini. Kyla hanya mendengus kesal duduk di kursi kemudi, disebelah Glen yang masih terlihat kesal karena terpakasa terlambat untuk datang menemui Reno karena kemacetan yang sudah biasa ini. Kyla menguap perlahan. Glen segera sadar kalau sudah 2 jam mereka keluar dari komplek perkantoran tempatnya dan Kyla bekerja. Tapi, belum setengah perjalanan dilewati.

“Hei, Kau ngantuk yaa?”tanya Glen. “Aku belum mau mati sebelum aku menikahi Sue...” Ujar Glen dengan segera menunjuk kearah pinggiran jalan.

“Pinggirkan dulu mobilnya. Biar aku yang mengendarai mobil.” Ujar Glen,

Kyla segera menukar posisi setelah mobil berhenti. Glen segera menggantikkannya mengendarai mobil.

“Apa karena semalam aku menelphone mu tidur mu jadi benar-benar terganggu?” Tanya Glen. “Padahal, kan aku cuma menelphone mu sebentar.”

“Pagi ini aku datang terlalu pagi ke kantor untuk mengurus sejumlah kontrak dengan Klien. Direksi tidak mau orang lain yang mengerjakannya kan? Termasuk kau. Belum lagi Angel yang cuti hamil di awal tahun begini. Dan hasilnya, aku harus membantu penggantinya yang baru untuk mengajarinya masalah kontrak untuk penyedia jasa. Kalian benar-benar memeras tenaga ku sejak pertama aku bekerja di tempat mu.” Ujar Kyla.

“Kapan aku akan menikah kalau setiap hari bekerja dari pagi sampai malam. Bahkan, terkadang aku harus mengurus beberapa pekerjaan lain pada hari libur.” Keluh Kyla.

“Hei, kalau tidak laku jangan salahkan perusahaan seperti itu.” Canda Glen.

“Kau cari ribut yaa?” Balas Kyla.

“Jangan terlalu sering marah-marah. Aku hanya bercanda.” Ujar Glen.

“Lihat wajah mu semakin keriput nanti. Begini saja. Aku kenalkan dengan teman ku. kau tertarik tidak?” Tanya Glen. “Ada Rio, Tony. Siapa lagi yaa...” Pikir Glen.

Celotehan yang lagi-lagi keluar dari mulut mantan kekasih Kyla itu lagi. Dan kalimat itu pasti selalu jadi pembuka ‘perang-kata’ mereka.

“Terima kasih atas perhatian berlebihan mu itu. Kau itu memang boss ku yang sangat-sangat ‘baik hati’, tapi tidak perlu sampai seperti itu.” Ujar Kyla.

“Jangan lupa. Aku juga teman dan mantan kekasih mu. Apa tidak boleh seorang teman memberikan bantuan?” Tanya Glen.

“Aku sangat berterima kasih atas tawaran mu. Tapi, aku rasa aku tidak mau bantuan menyesatkan mu itu. Semua teman yang kau sebutkan selalu saja pria playboy yang memang seumur hidup mungkin tidak pernah berpikir untuk menikah. Kau benar-benar menyebalkan.” Ujar Kyla.

“Kalau begitu bagaimana dengan Jay, mantan kekasih Sue?” Tanya Glen.

“Kalau kau masih cemburu dengan mereka lebih baik kau bilang pada Sue.” Ujar Kyla.

“Jay itu bawahan ku yang selalu dilempar dari satu departemen ke departemen lain hanya karena kau selalu cemburu. Aku tidak akan memberikan satu komentar pun tentang dia. Mengerti?” tanya Kyla setengah meledek Glen. “Ok?”  Kyla menegaskan kata-katanya lagi.

“Apa kau masih percaya pada ‘cupied’ yang tidak bisa jatuh hati?” Tanya Glen tiba-tiba membalas seperti sedang ingin berperang dengan Kyla.

“Tenanglah. ‘Cupied’ itu pria menurut mitologi yunani kuno. Kau kan wanita. Lagipula, ‘cupied’ itu akhirnya jatuh cinta pada ibunya sendiri yang di juluki paling cantik di gunung Olympus. Dewi kecantikan Aphrodite. Kau itu di Jakarta. Jadi, jauh dari kutukan cupied itu.” Ujar Glen lagi seolah menertawakan julukan teman-teman ku semenjak usia ku menginjak 24 tahun itu.

“Nada bicara mu sinis sekali tuan muda.” Keluh Kyla. “Aku juga tau soal mitologi itu. Tapi, kebetulan ada beberapa orang aneh yang menjuluki aku seperti itu. Dan, salah satu dari orang aneh itu adalah orang yang sedang mengoceh masalah mitologi dan kutukannya sambil menyetir di sebelah ku.” Ujar Kyla.

Glen segera mendengus. “Kita ini benar-benar tidak berubah yaa?” Tanya Glen. “Kau masih saja keras kepala.” Lanjut Glen.

“Dan kau masih saja jadi orang aneh yang senang mengajak ribut orang.” Ujar Kyla.

Glen cekikikan sambil membelokkan mobilnya ke arah jalur cepat.

“Itu sebabnya kau bisa diandalkan diperusahaan.” Ujar Glen. “ Karena terlalu keras kepalanya, kau juga sangat senang bekerja keras menunjukkan kalau kau tidak mungkin tidak bisa melakukan sesuatu yang sekalipun di anggap orang tidak bisa dilakukan.” Ujar Glen lagi.

“Dan aku paling benci saat orang bilang tidak mungkin bisa, tanpa berusaha dulu.” Ujar Kyla. “Percuma saja Tuhan memberikan mu kekuatan dan kesempatan, kalau kau bahkan tidak mau berusaha dulu.” Lanjut Kyla.

“Itu sebabnya aku tidak mungkin bisa membiarkan mu dibajak perusahaan lain. Kalau kau tidak ada di kantor lagi. Maka, aku bisa gila karena mereka suka sekali mencari alasan untuk tidak mengerjakan tugasnya dengan benar.” Ujar Glen. “Jadi, bersabarlah sedikit demi teman-mu ini. Ok?” Ujar Glen lagi.

Kyla hanya tersenyum kecil sambil menatap wajah Glen.

“Jadi yang mana? Rio atau Tony?” Tanya Glen dengan wajah menantang mulai menyebutkan nama pria-pria nakal, teman club-nya.

Akhirnya Kyla hanya bisa tertawa. “Tidak untuk kedua-duanya.” Ujar Kyla.

“Lho? Kenapa?” Tanya Glen. “Rio punya tubuh atletis dan wajah tampan. Sementara, Tony bisa disebut sebagai pangeran ‘dikerajaan’ rumah sakit milik ayahnya. Pangeran yang ber-limosin putih yang menawan hati para wanita.” Ujar Glen.

“Yang satu ‘Adonis’, yang lain ‘Appolo’. Tidak menarik.” Ujar Kyla.

Glen segera memperlambat lajunya ketika mobil itu sudah memasuki sebuah kompleks perumahan di daerah barat Jakarta.

“Well, nobody is perfect.” Ujar Glen. “Tapi, kalau saran ku, yaa si-‘Appolo’ itu. karena kelak kau bisa jadi nyonya pemilik sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Dan aku serta keluarga ku bisa mempercayakan bisnis pada mu, serta kesehatan pada ‘suami’ mu.” Canda Glen.

“Aku rasa, aku ‘log-out’ saja dari topik pembicaraan ini. Kita sudah sampai.” Ujar Kyla akhirnya.

Glen tertawa kecil lalu mulai menepikan mobilnya didepan salah satu rumah didalam kompleks perumahan mewah itu. Kyla segera melambaikan tangan pada Reno yang duduk menunggu di depan teras rumahnya.

Glen dan Kyla mengikuti langkah Reno masuk ke dalam rumah mewah tipe town house itu dan segera duduk di ruang tamunya sambil menunggu Reno yang meneruskan langkahnya kearah ruangan lain.

“Rumah yang besar.” Ujar Glen memuji temannya yang tadinya hanya anak seorang pengrajin perak.

“Well, tidak sia-sia aku keluar dari kampus dan meneruskan usaha keluarga ku sebelum bangkrut kan. Aku tidak akan lupa itu berkat kalian.” Ujar Reno yang segera duduk di depan Kyla dan Glen.

“Kau bicara apa? Apa yang kami lakukan?” Tanya Kyla. “Kau pantas mendapatkan lebih dari sekedar rumah ini untuk kerja keras mu.” Ujar Kyla lagi sambil menaikan alisnya 2 kali lalu tersenyum.

“Ayolah, kalau kau tidak membantu ku di toko kecil keluarga ku dan tidak ada bantuan financial dari keluarga Glen. Aku sudah dipinggir jalan hari ini karena lulus kuliah pun tidak.” Ujar Reno.

“Jangan bicarakan masa lalu.” Ujar Kyla. “Membuat ku semakin mengingat kalau aku sudah tua.” Keluh Kyla.

Reno dan Glen hanya tertawa kecil.

Reno segera teringat sesuatu. “Oh ya. Duduk dulu.” Ujarnya sambil setengah berlari menuju ruang tengah.
Glen dengan penasarannya terus memperhatikan setiap pajangan yang tergantung di dinding bercat merah maroon itu. Sementara Kyla hanya duduk dengan manis memperhatikan ukiran pada meja ruang tamu, yang berasal dari Jogja itu.

Taklama kemudian, Reno melangkah dengan cepat ke arah mereka.

“Lihat ini.” Ujar Reno menunjukkan salah satu designnya.

Seorang wanita berjalan bersama Reno meletakkan cangkir berisi teh dan kendi kecil yang sangat serasi dengan warna meja, kursi dan hal lain di sekitar ruangan yang khas dengan gaya yogyakarta.

Kyla tersenyum menatap wanita itu dan menundukkan kepalanya seraya mengucapkan terima kasih. Wanita itu segera melangkah sambil tersenyum membalas senyuman Kyla. Reno hanya menatap punggung wanita yang mulai berjalan kearah ruangan lain.

“Apa batu yang sebaiknya kita pakai?” Tanya Reno lagi setelah wanita tadi pergi meninggalkan ruangan itu.

“Sapphire and diamond.” Ujar Kyla.

“Tapi, bagaimana caranya membuat cincin pernikahan dengan 2 batu begitu?” Tanya Glen.

“Ayolah Reno. Lady Diana saja bisa dibuatkan cincin pertunangan dengan 2 batu itu.” Ujar Kyla. “Kau tidak menganggap remeh kemampuan Reno, kan?” Tanya Kyla lagi.

“Apa kau mau seperti design cincin itu juga?” Tanya Reno.

“Bagaimana menurut mu?” Tanya Glen pada Kyla.

“Tidak. Jangan sama dengan cincin itu. Lady Di dan pangeran Charles sudah berpisah. Aku tidak berharap teman ku bercerai seperti itu.” Canda Kyla.

“Yaa.” Protes Glen.

“Baiklah. Aku rasa akan sangat elegan kalau cincin wanita ditengahnya diberi batu Sapphire blue yang lebih besar yang dikelilingi diamond. Sementara, cincin prianya kebalikannya. Ditengahnya diberi diamond yang lebih besar dan dikelilingi saphire.” Ujar Kyla.

“Aku tidak mengerti.” Ujar Glen.

Reno tersenyum. “Kalian yang akan menikah atau..?” Reno tidak meneruskan kata-katanya.

“Ini kejutan untuk Sue. Jadi aku dan orangtua ku meminta orang yang paling mengerti selera Sue untuk membantu.” Ujar Glen segera.

“Jangan salah paham.” Ujar Kyla menambahkan.

“Aku pikir...” Ujar Reno lagi sambil menahan tawa mengingat kalau Reno dan Kyla adalah mantan sepasang kekasih yang masih juga berteman akrab setelah memutuskan hubungan cinta mereka.

Glen segera tersenyum nakal mengingat percakapannya dengan Kyla di mobil tadi.

“Ky, kalau kau tidak mau Rio dan Tony, bagaimana kalau kau mencoba berpacaran dengan Reno?” Tanya Glen.

Kyla segera melotot. “Kau itu sudah muak melihat kepala mu bertengger di badan mu yaa? Harus ku bantu untuk melepaskannya?” Tanya Kyla.

Mereka akhirnya tertawa bertiga setelah beberapa detik terdiam dan saling menatap.

Kyla segera membuka mulutnya. “Kau tau pangeran ‘hefaitos’ kita ini sudah punya ‘aphrodite’-nya.” Ujar Kyla

 “Betulkah?” Tanya Glen. “Kenapa kau tidak pernah bilang sekali pun?” Tanya Glen pada Reno. “Dan kau juga tidak cerita.” Protes Glen.

Reno terkejut. “Kau tau darimana?” Tanya Reno.

“Kau lupa yaa pada sebutan ku? Wanita tadi itu?” Tanya Kyla. “Aphrodite-mu kan?” lanjut Kyla memastikan.

Reno segera tergagap sambil melirik kearah ruangan sekitarnya. “Kau, Kau bicara apa?” Tanya Reno berpura-pura tidak membenarkan kata-kata Kyla.

Kyla tersenyum. “Jadi, kau belum mengatakan apa-apa padanya?” Bisik Kyla sambil melirik ke arah ruangan yang di tuju wanita tadi.

Reno segera memajukkan bibirnya dan melayangkan pandangan seolah tidak ingin membicarakannya.

Kyla mendengus. “Kau tau, jadi perawan tua itu tidak enak. Tapi, kalau kau mau jadi perjaka tua juga tidak mungkin ku larang, kan?” Sindir Kyla.

Glen segera mengerti maksud dari Kyla dan mulai tertawa keras. “Kau jatuh cinta pada assisten-mu sendiri, dan tidak berani menyatakan cinta?” Tanya Glen sambil tergelak. “Yang benar saja?”

Kyla segera menyikut perut Glen. Namun dasar Glen yang justru senang punya bahan ledekan baru, justru semakin menambah volume suaranya.

“Kenapa menyikut ku?” Tanya Glen.

Reno segera menaruh telunjuknya didepan bibirnya yang sudah maju berkali-kali sejak tadi.

“Kau tidak mau cincin mu bermasalah, kan?” bisik Kyla.

Glen segera terbatuk-batuk sambil menunjukkan kedua telapak tangannya di depan dengan wajah polos.

“Sorry_Sorry_Sorry.” Ujarnya menirukan lagu yang dibawakan boyband Korea kegemaran Sue.

***

Kyla sibuk menerangkan design cincin pada Reno. Glen justru asik berbincang dengan assisten Reno, Sinta yang datang dari ruangan belakang. Tak berapa lama kemudian rancangan cincin yang dicatat terlebih dahulu oleh Reno segera mulai digambar oleh Reno diatas kertas HVS dengan penuh konsentrasi.

Kyla yang mulai bosan duduk di satu tempat segera mengangkat tubuhnya dan berjalan kearah teras rumah Reno. Lalu wanita itu mulai menginjak batu-batu bulat yang sengaja diletakkan diantara rumput sebagai ‘pathways’. Kyla meregangkan otot-otot tubuhnya dengan mengangkat naik tangannya ke atas lalu melirik ke arah langit malam. Namun, pandangannya berhenti sebelum matanya menatap langit saat melihat wajah seorang pria di balkon seberang rumah temannya itu.

Kyla berpikir mengingat sekilas. Sambil memutar lehernya ke-kanan-kiri. Kyla segera menarik lehernya untuk memandang ke arah pria yang tadi berdiri di sana sekali lagi dengan terburu-buru sampai membuat lehernya sakit.

“Aw.” Pekik Kyla karena otot lehernya tertarik.

Kyla mencoba mengingat wajah yang dilihatnya sekali lagi. “Dimana aku melihat pria itu, yaa?” Pikir Kyla.

Kyla segera teringat pada pria itu. Pria menyebalkan yang mengungkit perbedaan antara Kyla dan Ben.

“Ho-ah!” Keluh Kyla. “Dia lagi.” Desis Kyla. “Dasar!” Umpat Kyla lagi.

Pria yang sejak tadi berada di atas beranda itu menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan dari bawah. Jun segera melirik kearah Kyla yang tepat sedang mengumpat kesal sambil memandang Jun dari bawah.

Kyla tersadar bahwa pria itu sekarang memandang kearahnya. Kyla segera melirik kearah lain lalu berbalik menuju pintu masuk rumah. Jun hanya memandanginya dari atas sambil berdecak.

“Oh, Dia? Benar-benar wanita aneh.” Desis Jun. “Apa yang dia lakukan disana?” Tanya Jun dalam hati.

Kyla yang kini sudah kembali masuk kedalam ruang tamu hanya memperhatikan gambar design Reno yang belum jadi. Reno tersadar kalau hari sebenarnya sudah terlalu malam untuk Kyla masih berada disana.

“Apa Ben dirumah ada yang menjaga?” Tanya Reno.

“Dia bersama Dennis dan Grace satu minggu ini.” Ujar Kyla.

“Enak sekali. Berarti satu minggu ini kau bebas seperti waktu single dulu.” Ujar Reno sambil melirik kearah wajah Kyla.

Kyla mendengus. “Jangan bercanda. Aku memang selalu single.” Ujar Kyla. “Single-parent.” Lanjutnya.

Reno tersenyum. “Apa selama diperjalanan dengan Glen, dia masih sibuk menjodohkan mu lagi?” Tanya Reno.

Yang dibicarakan segera menyahut. “Hei, kau cari gara-gara, yaa?” Tanya Glen sambil melirik kearah assisten Reno yang bernama Sinta.

Reno segera berdehem menahan kata-katanya. Kyla segera menengahi dengan mengganti topik pembicaraan.

“Bagaimana keadaan bisnis mu?” Tanya Kyla.

“Jarang sekali orang membeli perhiasaan emas belakangan ini. Aku kembali ke perak. Dan sekalipun ada yang membeli emas, mereka lebih suka emas putih.” Ujar Reno menerangkan.

“Benar juga. Yang biasa membeli emas hanya sebagian orang yang mampu. Dan rata-rata dari mereka lebih suka membeli emas koin atau batangan untuk investasi.” Ujar Kyla.

“Hmm, padahal orang selalu mengatakan soal pertumbuhan ekonomi.” Ujar Glen. “Omong kosong!” Keluh Glen.

Pembicaraan mereka pun mulai melantur ke-isu politik dan ekonomi negara. Maklum, situasi ekonomi negara ini memang tidak seburuk saat krisis moneter melanda. Tapi, tetap saja minat orang biasa untuk membeli perhiasaan mahal masih terbentur dengan isi kantong yang belum tentu cukup untuk menabung untuk modal hari tua. Jangankan menabung, bahkan mereka belum tentu bisa mencukupi kebutuhan pokok mereka dengan penghasilan ‘ala kadar’ nya, meski tiap tahun para wakil rakyat dan pimpinannya menyatakan bahwa jumlah orang dibawah garis kemiskinan menurun.

“Entah laporan itu dilihat dari sisi mana. Benar-benar tidak konkrit. Tidak sinkron dengan apa yang jadi fakta di masyarakat luas” Kata Glen selalu kalau sudah menanggapi hal itu.

Mereka semakin bicara ngalor-ngidul entah kemana tujuannya. Seperti biasa, pembicaraan tidak jelas itulah yang membuat waktu terasa cepat berlalu. Reno pun selesai dengan ‘rough design’ yang digambarnya.

“Sesuai dengan yang kau bayangkan?” Tanya Kyla pada Glen.

“Jika Reno yang buat, aku tidak perlu cemas. 3 generasi pengusaha perhiasan. Aku benar-benar bergantung pada mu, ‘sob’.” Ujar Glen.

“Well, aku akan email design yang rapihnya nanti sekitar besok malam. Untuk budget-mu. Apa aku harus tanya?” Tanya Reno.

“Berapa pun itu. Ini untuk simbol sekali dalam seumur hidup ku. Kau beritahukan saja nanti setelah kau menghitungnya.” Ujar Glen.

“No problemo.” Ujar Reno. “Itu bisa diatur!” lanjut Reno dengan gaya dan nada bicara Kasino DKI bicara.

“Sudah lama sekali tidak dengar kau bicara ‘cacat’ begitu.” Ujar Kyla bercanda. “Kalau dia sih tiap hari bicara begitu.” Lanjut Kyla sambil menunjuk Glen.

Selama mereka bicara, Sinta hanya tersenyum dan sesekali tertawa kecil. Tapi, Kyla bisa melihat kalau Reno dan Sinta sering saling curi pandang ditengah candaan mereka sejak tadi.

Tiba-tiba saat mereka tengah asik bercanda sebuah langkah memasuki halaman depan rumah Reno dan melirik kearah dalam rumah. Jun tersenyum seolah ingin tau apakah yang terjadi di rumah tetangganya yang biasannya sepi itu.

“Jun!” Sapa Reno.

“Hai!” Sapa Jun lalu memandang kesekeliling Reno dan mendapati wajah Kyla yang setengah menahan cemberut.

“Sial. Mau apa dia?” Pikir Kyla. “Kenapa Reno sampai bisa bertetangga dengan orang menyebalkan ini?”

Jun segera sadar kalau kehadirannya mengusik ketenangan Kyla. Jun segera melirik Sinta yang berdiri disebelah Kyla yang duduk dengan posisi yang sengaja menunjukkan kalau dirinya tidak ingin melihat pria yang tiba-tiba mengusik itu.

“Jay mencari mu.” Ujar Jun seolah mencari alasan sambil mencuri pandang kearah  Kyla.

“Kakak sudah pulang? Katanya lembur.” Ujar Sinta.

Kyla segera tersadar dengan kata-kata pria itu serta jawaban dari Sinta. Namun berusaha tidak menunjukkan ekspresi wajahnnya.

“Pulanglah dulu.” Ujar Reno pada Sinta.

Sinta segera menundukan badan dan tersenyum manis. “Kalau begitu aku permisi dulu.” Ujar Sinta.

Kyla tersenyum kecil dengan ekspresi hangat pada Sinta. Tapi, tidak menunjukkan ekspresi bersahabat pada Jun sedikit pun.

Sinta yang jadi alasan Jun sudah berjalan keluar dan Jun masih belum sadar kalau mata Glen mengawasinya yang terus mencuri pandang ke arah Kyla. Mata Jun pun berpapasan dengan mata Glen yang menyeringai senang seolah ada bahan ledekan baru untuk Kyla yang baru kali ini memiliki daya tarik tersendiri yang menarik mata pria yang tampan itu untuk melihat ke arah wanita itu berkali-kali. Jun tersadar dan segera tersenyum pada Reno dengan tampang polosnya.

“Well, good night.” Ujar Jun cangung.

Pria bertubuh atletis itu segera berbalik dengan terburu-buru.

Glen segera melirik kearah kyla dengan senyuman nakal seolah ingin mengajak ‘perang-mulut’ lagi. Kyla segera mendengus kesal.

“Kenapa mendengus?” Tanya Glen.

Yang ditanya tidak menjawab justru menyandarkan kepalanya ke pinggiran belakang kursi ukir sambil kembali mendengus kesal.

“Apa ada mantan kekasih mu yang tidak aku kenal? Atau...?” Pertanyaan Glen segera terhenti dengan jawaban Kyla.

“Pria tadi itu, teman dari mantan-kekasih-calon-istri-mu.” Ujar Kyla lalu menguap panjang. “Aku benar-benar mengantuk. Kalau sudah ayo pulang. Tuan rumahnya juga ingin istirahat.” Ujar Kyla.

Glen masih terdiam. Kyla pun segera menarik kunci mobilnya yang berada di atas meja dan menaruhnya kedalam tangan Glen.

“Ayo cepat.” Ajak Kyla.

Reno tersenyum melambaikan tangan saat Kyla dan Glen sudah siap di dalam mobil. Glen segera melaju setelah membalas lambaian tangan Reno. “See you!” Ujar Glen.

Hening sejenak menghinggapi Glen yang biasanya langsung bicara tanpa mengerti kapan harus berhenti itu. Tapi, dalam hitungan 3 setelah melewati gerbang depan perumahan mewah itu Glen segera membuka mulutnya yang gatal untuk bertanya tentang pria yang tadi datang ke tempat Reno.

“Kau bilang dia teman Jay? Memangnya, Jay bisa punya teman seorang aktor, yaa?” Tanya Glen.

“Aku pikir kau tidak akan bicara lagi tentang pria tadi karena bersangkutan dengan mantan kekasih Sue.” Ujar Kyla sambil melirik Glen.

“Aku hanya ingin tau.” Ujar Glen segera.

“Yaa, hampir mustahil mungkin menurut mu. Tapi, lain kali kalau mempekerjakan orang kau harus tahu background pegawai mu itu.” Ujar Kyla lalu mendengus.

“Aku baru ingat. Waktu itu kau tidak mau mempekerjakan Jay. Tapi, aku tidak tau kenapa.” Ujar Glen.

“Karena dia hanya lulusan SMA dan tidak punya pengalaman kerja dimana pun. Dan usianya sudah 25 tahun saat itu.” Ujar Kyla.

“Jadi, kau mempekerjakannya karena apa?” Tanya Glen.

“HRD lama yang memasukkannya saat aku tugas ke Hongkong. Bukan aku.” Ujar Kyla. “Tapi, dia bisa belajar cepat walau sering kau pindahkan dari bagian satu ke bagian lain. Dan, alasan HRD lama tentu tidak ada sangkut pautnya dengan kemampuannya belajar itu. Melainkan karena HRD lama kita salah satu fans dari Ibunya Jay, artis yang bernama Jeanny Bakers itu.  Dan pengalaman Jay sebelum bekerja untuk kita adalah model remaja juga penyiar radio anak muda. Entah mengapa skandal ibunya mempengaruhi karir Jay saat itu. Makanya, dia bisa ‘nyangkut’ di perusahaan kita.” Ujar Kyla.

“Wah, kau tau banyak, yaa?” ledek Glen.

“Kau lupa aku ini General Manager di perusahaan mu. Gossip seperti itu tidak-lah sulit untuk di cari tau. Dan sisanya kau bisa kroscek langsung dari infotainment.” Tawa Kyla. “Kau mengerti, kan sekarang kenapa seluruh staff menjuluki aku ratu lebah? Itu karena aku sangat menguasai ‘sarang lebah’ ku itu.” Ujar Kyla.

“Hebat. Kau bahkan tau berita tidak berguna begitu.” Ledek Glen lagi.

“Berita yang kau sebut tidak berguna itu adalah jawaban dari pertanyaan mu tadi. Jadi jangan heran kalau Jay memiliki teman aktor.” Ujarnya lagi pada Glen.

Glen terdiam dengan wajah seolah berpikir, mengusik Kyla untuk segera bertanya.

“Kenapa?” Tanya Kyla.

“Kalau aku pikir-pikir, dia itu salah satu pria tipe-mu, kan?” Tanya Glen.

Kyla mendengus kesal. “Sama sekali bukan tipe ku.” Ujar Kyla kesal.

“Kenapa sepertinya ‘alergi’ sekali padanya?” Tanya Reno.

“Pria macam apa yang menyinggung perbedaan aku dengan anak ku sendiri di depan anak ku dan teman-teman ku. hoah. Benar-benar pria konyol yang tidak tau dia sedang berurusan dengan siapa. Mengesalkan.” Desis Kyla.

“Oh yaa? Memangnya kalian sebelumnya bertemu dimana?” Tanya Glen.

“Di restaurant dekat kantor saat aku, Grace, Sue dan Ben makan siang.” Ujar Kyla. “Kau tidak perlu tanya lagi.” Ujar Kyla lagi sambil berpikir kalau ditanya lagi oleh Glen, Sue pasti akan terkena dampak dari api cemburu Glen. Apa lagi jika Glen tau Sue mengajak Jay dan temannya itu makan di meja yang sama. Bisa-bisa, Glen akan bertengkar hebat dengan Sue.

“Baiklah.” Ujar Glen. “Apa Ben baik-baik saja?” Tanya Glen.

“Dia masih kecil untungnya. Tapi, dia kesal pada pria itu juga.” Ujar Kyla.

“Untunglah. Karena aku yakin kelak setelah Ben dewasa, kau juga tetap tidak tau harus berkata apa tentang ayahnya. Karena kau juga tidak tau siapa ayahnya.” Ujar Glen.


“Yaa. Karena aku sudah menandatangani perjanjian dengan Bank Sperma itu agar identitas ku atau pemilik sperma tetap menjadi rahasia.” Ujar Kyla sambil mendengus lagi untuk kesekian kalinya.

an a.k.a inriani sianipar  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Jepang Kimi Shinita Mou Koto Nakare karya Akiko Yosano

Kimi Shinita M ou K oto N akare karya Akiko Yosano あゝをとうとよ君を泣く a , wo o touto yo kun wo naku 君死にたまふことなかれ kun shi ni tamafu koto nakare 末に生れし君なれば matsu ni umareshi kun nareba 親のなさけはまさりしも oya nonasake w a masarishi mo 親は刃(やいば)をにぎらせて oya ha ha ( yaiba ) wo nigirasete 人を殺せとをしへしや nin wo korose to wo shiheshiya 人を殺して死ねよとて nin wo koroshi te shine yo tote 二十四までをそだてしや nij y ushi made wo sodateshiya 堺の街のあきびとの sakai no machi noakibito no 旧家をほこるあるじにて kyuuka wo hokoru arujinite 親の名を継ぐ君なれば oya no mei wo tsugu kun nareba 君死にたまふことなかれ kun shi ni tamafu koto nakare 旅順の城はほろぶとも ryojun no shiro w a horobutomo ほろびずとても何事か horobizu totemo nani goto ka 君知るべきやあきびとの kun shiru bekiya akibitono 家のおきてに無かりけり ie no okiteni naka rikeri 君死にたまふことなかれ kun shini tamafu koto nakare すめらみことは戦ひに sumera mikoto w a tatakahi ni おほみづからは出でまさね o homi z ukara w a idemasane かたみに人の血を流し katami  ni nin no chi wo nagashi 獣の道に死ねよとは kemono no michi ni sh...

Mora .vs. Haku .vs. Syllable

Pembuka Menurut para ahli bahasa Jepang ada dua aliran ilmu bahasa di Jepang yaitu, Kokugogaku (Ilmu bahasa Jepang Tradisional) dan Gengogaku (Ilmu bahasa Jepang Masa Kini) . Kokugogaku memiliki tradisi khas Jepang dalam penyusunan kata pada bahasa Jepang yang terlepas dari ilmu bahasa Barat, termasuk gramatika yang sudah ada sejak zaman Edo. Sementara, Gengogaku mengadaptasi konsep bahasa dari Barat yang diterapkan pada bahasa Jepang mulai dari gramatika, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Namun , ada sedikit perbedaan dalam struktur kata bahasa jepang dengan bahasa lain . Pada umumnya kata dalam bahasa Inggris maupun Indonesia mengenal adanya Syllable sebagai satuan ucapan terkecil dalam pengucapan sebauh kata. A kan tetapi, bahasa Jepang menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata. Namun, ada pendapat lain mengenai penggunaan Haku yang dianggap sebagai satuan ucapan terkecil yang dipakai dalam bahasa Jepang. Beberapa hasil penelitian dari pene...

Jakarta And Jakarta

Did you know 33 Provinces in Indonesia has a great places to explore. I don't know weather i could post about all places in Indonesia. But, how about to start with Jakarta? Let's see some Places you could enjoy here. But first of all let's see the 33 Provinces. 33Province Indonesia Intereresting Places DKI Jakarta Banten West Java Central Java DI Jogjakarta East Java Lampung Bengkulu South Sumatra – Palembang Bangka-Belitung Riau Riau Island West Sumatra Jambi North Sumatra -Nias DI Aceh West Borneo - Kalimantan Barat Central Borneo - Kalimantan Tengah South Borneo - Kalimantan Selatan East Borneo - Kalimantan Timur South Celebes - Sulawesi Selatan Southeast Celebes - Sulawesi Tenggara Central Celebes - Sulawesi Tengah Gorontalo North Celebes - Sulawesi Utara North Maluku Maluku West Papua Central Papua East Papua East Nusa Tenggara West Nusa Tenggara Bali  Okay. Now shall we begin with Jakarta.  And then below here there's some ...