Mobil kyla segera meluncur melintasi jalanan ibu kota
yang padat. Sepanjang perjalanan ibu kota yang selalu dilaluinya, Kyla sesekali
menatap Ben dari kaca depan mobilnya. Kyla tersenyum kecut melihat malaikat
kecilnya itu bisa tidur dengan tenang tanpa beban.
“Huh, enaknya jadi anak kecil. Tidak ada beban pikiran.
Bahkan mungkin, besok Ben juga sudah akan melupakan kejadian makan siang tadi
yang seperti mimpi buruk itu..!” keluh Kyla sejenak, lalu tersenyum kecil lagi
setelah melirik Ben yang berguling di jok belakang mobil.
Hari ini satu lagi orang yang mulai membandingkan antara
dirinya dan Ben, putra tercintanya. Kyla mulai berandai jika saja nanti Ben
cukup dewasa, atau sudah mulai berpikir adanya kejanggalan pada keluarganya,
apa yang harus Kyla katakan pada Ben.
“Apa salahnya memiliki anak dari inseminasi buatan? Apa
Ben bisa mengerti, yaa?” Pikiran Kyla mulai dipenuhi seribu pertanyaan yang
seringkali menyesaki otaknya yang kecil, seolah akan meledak.
Tiba-tiba Ben terduduk di bangku belakang dan
memperhatikan wajah ibunya dari spion depan mobil yang dikendarai Kyla.
“Apa mama marah?” Tanya Ben.
Kyla tersenyum kecut. “Kenapa Ben berpikir kalau mama
marah?” Tanya Kyla.
“Iya. Aktor idolanya bibi Grace menyinggung perasaan
mama, kan?” Celoteh Ben seperti orang dewasa.
“Aktor idola? Teman Bibi Grace?” Tanya Kyla.
“Iya. Dia itu aktor idola Bibi Grace.” Ujar Ben lagi.
“Bibi Grace sering nonton filmnya juga mendengarkan lagunya orang itu.”
Lanjutnya.
“Bukannya dia itu teman Bibi Grace sewaktu di London?”
Tanya Kyla.
“Iya. Orang itu. Mama kesal, yaa?” Tanya Ben.
“Sedikit.” Ujar Kyla.
“Dia itu tidak sopan. Benar-benar tidak sopan.” Ujar Ben
sok dewasa lagi.
Kyla tertawa kecil. “Ben. Kau mulai seperti kakek-kakek
kecil, kau tau itu?” tanya Kyla.
“Habis....!!!” Protes Ben. “Tahu apa dia tentang mama dan
aku. Kenapa harus membanding-bandingkan aku dan mama.” Keluh Ben.
Kyla tersenyum lagi. “Iya. Dia tidak tahu apa-apa mengenai
mama dan Ben.” Ujar Kyla sambil memandangi putra kecilnya itu dari spion depan.
“Tapi, orang dewasaa memang sering begitu. Sering ikut
campur.” Ujar Kyla. “Jadi, biarkan saja dia mau bilang apa. Toh, tidak penting
juga.” Lanjut Kyla.
Ben terdiam. Kyla segera tersenyum. “Nah, jagoan kecil
mama, ayo kita ke rumah uncle Dennis.” Ujar Kyla sesaat setelah sampai didepan
rumah kecil tempat Dennis dan Grace tinggal.
Ben melepaskan sabuk pengaman yang dipakainya lalu,
keluar dari mobil. Dennis segera menyambut pangeran kecil ku itu di depan ruko
yang dijadikan bengkel di lantai dasar dan rumah di lantai atas dari ruko itu.
Grace yang sudah duluan pulang sejak makan siang tadi melambaikan tangan dari
depan pintu.
Dennis dan Ben segera melambaikan tangan. Dan aku pun
menurunkan kaca samping mobil.
“Jaga Ben yaa, boss.” Ujar Kyla pada Dennis. “Ben,
bye-bye.” Lanjut Kyla pada Ben.
“Beres.” Ujar Dennis.
“Bye-bye...” ujar Ben dengan senyum mengembang walau
sudah mengantuk.
Aku segera menaikkan kaca dan melaju keluar dari deretan
ruko di daerah selatan Jakarta dan memasuki jalan raya menuju timur Jakarta
yang sudah mulai lengang.
“Lagi-lagi, hari ini Dennis dan Grace yang akan tidur
satu kamar dengan anak kesayangan ku yang sudah mulai mengantuk.” Desis Kyla
sambil mengendarai mobilnya.
Karena seharian ini setelah makan siang tadi, Ben ikut
denganku ke kantor Mr. Jo yang merupakan klien-ku. Tentunya, bersama dengan Mr.
Jo dan 2 anak kembar yang selalu memanggilnya ‘Bibi’.
***
Sementara di sepanjang jalan menuju kawasan rumah elite
di barat kota Jakarta, Jay terus saja memarahi Jun yang mengungkit masalah
pribadi Boss-nya didepan teman-temannya, di restaurant. Jun sudah terbiasa
dengan ungkapan setengah putus asa mantan model yang kini menjadi staff tim
produksi di perusahaan advertising itu.
“Kenapa harus membahas hal sekonyol itu di depan umum?
Menanyakan hal-hal bodoh macam itu?” Keluhan Jay diulang lagi seperti tape
recorder yang terus menerus di replay pada bagian yang sama. “Kau tau Kyla Cly
sekarang adalah atasan ku langsung di tempat ku bekerja. Kau benar-benar tidak
sopan tadi.” Keluhnya.
“Maaf. Aku tidak sengaja.” Ujar Jun yang belakangan ini
lebih sering dimarahi Jay ketimbang manajemennya. “Habis, anak itu benar2 tidak
mirip dengan ibunya. Kulitnya putih dan matanya sipit... Ibunya sendiri, ...”
kata-kata Jun terhenti saat melihat wajah penuh depresi dan emosi Jay.
“Iya, memang. Kyla Cly itu sedikit... apa istilahnya?”
Jay mencoba mencari kata-kata di dalam otaknya sambil terus mengemudikan mobil.
“Eksotik?” pancing Jun.
“Nah, itu dia. Memangnya kau tidak pernah melihat wanita
berkulit tropis,.. maksud ku Eksotik begitu apa? Ini Jakarta, bro..! Kulit
Eksotik begitu banyak berkeliaran di mall tanpa perlu di-tamming dengan anak
mereka yang berkulit lain. Kau hidup di jaman di mana Pria lokal atau
internasional bisa bersaing dengann adil lalu menikahi salah satu wanita yang
jauh berbeda dengannya kan. Bukan cuma ‘Racism’ tapi, pertanyaan seperti itu
benar-benar bisa membuat orang tersinggung. Bagaimana kalau sampai anaknya
bertanya yang macam-macam? Kyla Cly bisa jadi ‘alergi’ pada anak buahnya yang
bernama Jay ini.” Ujar Jay panjang.
“Baiklah. Maaf.” Ujar Jun. “Aku benar-benar tidak
sengaja.”
Jay akhirnya lelah juga ber’kicau’ terlalu lama. Pria itu
hanya mendengus kesal.
“Apa Boss mu itu akan benar-benar ‘alergi’ pada mu?”
tanya Jun.
“Tidak tau. Entahlah. Setahuku sejauh ini, Ms. Cly itu
tidak akan membawa persoalan pribadi ke kantor. Semoga saja masih seperti itu.”
Desis Jay pasrah.
“Baguslah kalau begitu.” Balas Jun. “Ms. Cly?” ulang Jun.
“Bukan Mrs. Cly?”
Jay mendengus kesal lagi. “Hei, ayolah. Itu masalah
pribadi orang lain. Dia memang tidak menikah.” Ujar Jay akhirnya justru
membocorkan gossip kantoran yang beredar luas di kantornya.
“What?” Tanya Jun. “Jadi maksudnya tidak punya suami
bukan berarti dia itu janda melainkan tidak menikah?“Jadi, Boss mu itu punya
‘aib’ juga, yaa?” Sindir Jun.
“Hei, kau mulai lagi.” Keluh Jay. “Itu urusan pribadinya.
Jangan kau bahas lagi.”
Jun terdiam. “Menarik juga, seperti yang kau bilang. ‘Ms.
Independent’ yang jadi Boss mu itu.” desis Jun.
“Memang. Seluruh orang di kantor sebenarnya sudah tau
kalau Ms. Cly itu tidak pernah menikah, tapi memiliki anak. Itu sebabnya aku
bilang dia menarik.” Desis Jay.
“Jadi itu alasan kau bilang kalau dia menarik.” Gumam
Jun. “Jadi, kau tidak akan mendapatkan masalah dikantor nantinya, kan?” Tanya
Jun memastikan.
“Asalkan aku tidak membawa mu ikut makan siang dengannya
lagi.” Desis Jay.
Jun melirik Jay dari spion memastikan ekspresi wajah Jay.
“Tenanglah. Dia sangat professional dan sangat memakai
logika. Jadi sejauh aku tidak mencoba membuat pekerjaannya berantakan, maka tidak
akan ada masalah.” Lanjut Jay.
Jun mengambil nafas lega dan segera melepaskan Sabuk
pengamannya saat mobil yang dikendarai Jay berhenti didepan sebuah rumah
dikawasan elite itu. Jay segera memarkirkan mobil di carport rumah sahabatnya
itu.
Pembicaraan mereka tidak berhenti begitu saja walaupun
sudah cukup malam, Jun dan Jay masih sama-sama terlalu depresi untuk bisa
memejamkan mata mereka. Jun segera menuangkan secangkir air dingin dan
menyodorkannya pada Jay.
“Setiap hari selalu saja seperti ini... sepi..” Ujar Jun.
“Kalau begitu, kembali saja pada Difa-mu itu.” ledek Jay.
“Jangan membahas Difa lagi. Aku bisa mabuk tanpa minum
alkohol kalau membahas Difa lagi.” Ujar Jun. “Dan kau,.. kau sendiri kenapa
masih saja menunggu Sue? Sue akan segera menikah akhir bulan ini. Jadi cari
saja gadis lain.” Saran Jun.
“Kita ini benar-benar akan di sangka Gay... sudah tinggal
bersama. Jalan keluar juga hampir selalu bersama. Kemana-mana selalu saja ‘pembuat
rusuh’ yang tenar ini yang ada di samping ku. Huh...! benar-benar menjenuhkan.
Ditambah lagi sekarang aku ditendang dari bagian produksi dan harus bekerja
dengan Ms. Cly yang prefeksionis. Lengkap sudah penderitaan ku.” Celoteh Jay
seperti orang mabuk.
Jun hanya terkikih saja melihat sahabatnya sama-sama
frustasi dengannya.
***
Kyla segera menyandarkan tubuhnya pada bantal empuk
diranjangnya. Ben mungkin sudah tertidur lelap bahkan sebelum Kyla masuk pintu
tol setelah keluar dari daerah ruko tempat Dennis dan Grace. Rasanya Kyla
benar-benar ingin tidur lelap seperti Ben dan melupakan kejadian tidak
menyenangkan disaat makan siangnya. Kyla mulai mengantuk dan memejamkan matanya.
Tapi, tak berapa lama telphone di kamarnya berbunyi merusak mood-nya untuk
tidur. Kyla segera terbangun.
“Halo, Ky.... ini aku Glen.” Ujar Glen diujung telephone.
“Glen. Sebaiknya kau benar-benar punya sesuatu yang
penting untuk disampaikan pada ku sekarang.” Keluh Kyla yang baru saja nyaris
tertidur.
“Sebenarnya, aku mau minta bantuan mu besok. Bukan hal
yang penting bagi mu mungkin. Tapi, sangat-sangat penting untuk pernikahan ku
akhir bulan ini.” Ujar Glen.
“Kau tidak akan bilang Sue melarikan diri atau selingkuh
malam ini, sampai aku harus membantu mu menerangkannya pada orangtua mu, kan?”
Tanya Kyla kesal karena waktu tidurnya diganggu.
“Kau mendoakan aku apa sih sebenarnya sampai bicara
begitu?” Keluh Glen. “Tidak. Tentu saja bukan itu.” Jawab Glen.
“Aku hanya ingin tanya, cincin untuk pernikahan ku
seharusnya saphire atau diamond? Yang mana yang Sue suka?” Tanya Glen.
“Dan satu lagi. Besok, temani aku ke tempat Reno untuk
melihat design cincinnya yaa. Ini kan, kejutan untuk Sue. Jadi, kau yang paling
tau seleranya, kan?” lanjut Glen.
Kyla mendengus kesal sambil melirik jam di meja samping
tempat tidurnya yang sudah menunjukkan pukul 2.00 pagi.
“Jadi kau menelphone ku jam 2 pagi dan membuat ku
terbangun hanya karena cincin kalian yang membuat pusing kepala mu itu? Lalu,
kenapa kau tidak sekalian saja meminta ku menjemput mu dan membawa mu ke rumah
Reno sekarang, lalu membangunkan Reno dan memaksanya menyelesaikan design itu
sekarang dan segera membuatnya? Apa kau tidak pernah tau cara memilih waktu
yang tepat, yaa?” Keluh Kyla yang sempat diiringi suaranya saat menguap karena
mengantuk.
Glen terdiam sesaat. “Maaf. Aku lupa melihat jam.” Desis
Glen. “Ayolah, berbaik hati sedikit untuk ku. Kosongkan jadwal mu besok sore
untuk melihat design cincin pernikahan ku.” Bujuk Glen.
“Jika hanya itu, kenapa kau tidak SMS saja? Mengganggu
ritual tidur malam orang, tau!” keluhan Kyla berlanjut lagi. “Jam berapa?”
balas Kyla akhirnya setelah melihat agendanya.
“Jam 6 sore. Kalau begitu. Aku akan ke kantor dan kita
akan sampai sana sekitar jam 7. Okay?” Ujar Glen segera sebelum Kyla berubah
pikiran dan segera menutup pembicaraan mereka.
Seperti biasa. Anak Boss pemilik perusahaannya itu selalu
punya cara untuk merusak mood-nya. Kyla tidak dapat berkutik lagi karena
jadwalnya memang kosong dan Kyla segera mengambil pensil lalu menambahkan note
di dalam agenda hariannya.
Kyla melirik note kecilnya. “Baiklah Boss.. kecil.” Desis
Kyla kesal.
Kyla segera berguling keatas tempat tidurnya kembali
setelah menaruh buku agendanya.
***
Pagi sudah mulai berganti menjadi siang. Kyla melirik
salah satu kontrak yang akan diajukan perusahaan yang ditangani Jay. Kyla
meneliti satu per satu isi kontrak kerja itu. Tangannya tak berhenti mengetik
text SMS sambil membaca proposal kontrak itu.
Jay berdiri di depan Kyla dan Jay semakin kikuk melihat
Kyla yang memasang ekspresi serius. Namun Jay juga kesal karena Kyla sibuk
dengan SMSnya.
“Jay. Aku tidak mau kontrak ini.” Ujar Kyla.
Kata-kata Kyla membuat Jay menganga. “Kenapa?” Itulah
pertanyaan yang ingin ditanyakan bibir Jay. Tapi, Kyla segera meneruskan
kata-katanya.
“Ini merugikan. Penawaran yang diberikan mereka terlalu Kecil.
Jika begini, bagaimana omset kita mau naik. Minta mereka menaikan harga. ”
Keluh Kyla.
“Susun ulang kontraknya dan hubungi lagi pihak Ms.
Guntara, juga konsultan kita. Karena mereka sudah sering bekerja sama dengan
kita dan kita biasanya membuat kontrak awal tahun sebagai patokan harga sewa
studio selama setahun, kau harus survey harga dulu untuk memastikan harga yang
affordable buat kita. Dan buat laporan untuk finance and accounting departemen
kita agar tidak ada yang mempersulit masalah harga lagi dikemudian hari. Jika
ada masalah beritahukan pada ku.” Ujar Kyla memberi titah seperti seorang raja.
Jay kembali menelan ludah. Kesal rasanya diperintah oleh
seorang wanita. Tapi, bagaimanapun juga, Kyla memang terlalu luar biasa untuk
ditandingi kandidat manapun untuk urusan marketing atau produksi di kantor itu.
Dan tentu itu sebabnya dia memegang jabatan General Manager, selain karena Kyla
memang teman dekat Glen Ardi, Direktur Utama perusahaan publishing dan
advertising yang sering dipanggil boss kecil itu.
Jay segera menutup pintu ruangan Marketing Manager dan
berjalan lesu kearah meja kerjanya. Jay segera dikelilingi beberapa rekan
kerjanya.
“Bagaimana? Berhasil tidak?” Tanya Gaby, salah satu
senior di tim produksi mereka pada Jay.
“Nill.” Ujar Jay sambil menggelengkan kepala. “Jika
begini, bagaimana omset kita mau naik..” tiru Jay. “Itu katanya...”
“Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Kau kan baru saja
dipindahkan dari bagian lapangan. Wajar kalau gagal.” Ujar Brenda.
“Tapi, kau hebat. Ms. Cly tidak memarahi mu sama sekali.
Waktu pertama kali Angel menangani sebuah kontrak, ratu lebah itu segera
menarik sebelah alisnya dan berkata...’nonsense...apa kalian tidak pernah
membaca ulang apa yang kalian tulis?’ begitu katanya sambil menunjukan ekspresi
wajah yang dingin. Di depan kami semua.” Cerita Brenda yang segera di-iya-kan
oleh rekannya yang lainnya.
Jay tersenyum. “Oh, yaa...?” Tanya Jay.
“Sudahlah. Kau tinggal meminta saran dari konsultan
perusahaan dan membuat ulang kontrak. Itu lebih baik daripada di lempar ke
bagian lain lagi.” Ujar Gaby.
“Tapi, memang sensasi menangani kontrak dengan klien itu
puncak ketegangannya justru saat mengajukannya pada Ms. Cly.” Ujar Roby sambil
tertawa. “Benar-benar lebih menegangkan daripada naik jet coaster manapun.”
Celoteh Roby.
Mereka mulai terkikih tanpa sadar walaupun sebenarnya jam
istirahat kantor belum mulai. Kyla perlahan mendekati anak buahnya itu. dan tak
ada yang sadar akan kehadiran orang yang jutru sedang dijadikan bahan
pembicaraan itu.
“Betul sekali...” ujar Brenda.
“Sensasi super dingin dari wajah Ms.Cly benar-benar
membuat kaku tangan kita saat menunggunya untuk bicara mengenai kontrak...”
tawa Roby lagi sambil menunjukkan ekspresi kedinginan.
Jay terkejut melihat Kyla yang ikut tersenyum sinis
seolah ingin menelan hidup-hidup mereka. Tapi, tidak ada satu pun yang sadar
akan keberadaan Kyla yang bersandar di depan pintu ruangannya.
“Dan dia akan segera menarik sebelah alisnya keatas...”
tiru Roby melanjutkan ceritanya pada Jay. “Lalu berkata; ‘Apa saja yang kau
kerjakan? Kau tidak pernah bisa membaca apa yang kau tulis yaa? Apa aku sudah
membuat keputusan yang salah yang akan membuat perusahaan bangkrut dengan
‘menggaji buta’ orang yang tidak qualified, yang sama sekali tidak pernah becus
menangani kontrak kerja dengan klien?’.” Tirunya lagi.
Jay hanya menelan ludah.
Beberapa yang sadar akan keberadaan Kyla segera beralih
kearah meja kerja mereka dan mulai sok sibuk dengan pekerjaannya. Kyla segera
mendekat kearah Roby yang masih sibuk cekikikan.
“Aku memang akan mengatakan itu..” Ujar Kyla. “Apa
jawaban mu?” tanya Kyla segera mengejutkannya.
Semua mata seolah sibuk mencari sesuatu untuk dikerjakan
dan segera bubar dari acara ‘ngerumpi’ kantoran mereka. Roby pun kembali ke
mejanya sambil berpura-pura mengetik. Kyla melipat tangannya dan bersandar pada
salah satu meja dihadapan Jay.
“Apa sudah selesai acaranya?” tanya Kyla.
Tidak ada satupun yang berani menjawab. Seolah tidak
terjadi apa-apa, mereka melanjutkan kesibukan mereka masing-masing.
Kyla segera berjalan menuju Jay.
“Kalau Kalian punya waktu senggang, lebih baik jika kalian
membantu anak baru di tim kalian menyelesaikan susunan kontrak kerja dengan
klien tetap kita. Aku akan menunggu kontrak itu selesai besok pagi di depan
meja ku, sebelum rapat laporan pemasukan bulanan dengan orang-orang accounting
dan para direksi yang menggaji kalian!” ujar Kyla.
“Jay, kau tangani kontrak dengan Mr. Jo, salah satu klien
tetap kita yang baru untuk iklan produk fashion-nya. Ini kontrak kedua mu.
Kalau kau tidak mau puluhan susunan kontrak ‘mentah’ yang menggunung di atas
meja mu, sebaiknya segera selesaikan semuanya dengan cepat. Aku harap junior
tidak akan terpengaruh dengan kebiasaan buruk seniornya. Mengerti, kan?” tanya
Kyla.
Jay terdiam sambil mengangguk. Kyla tersenyum sinis dan
meninggalkan mereka.
Semua orang di ruangan itu yang tadinya sempat tegang
segera menghela nafas lega sesaat setelah Kyla menutup pintu ruangannya.
Jay memandangi kontrak keduanya. “Satu saja belum
selesai... tambah lagi...???” Keluh Jay lalu mendengus kesal. “Apa yang harus
aku lakukan...?”
***
Jakarta benar-benar macet total entah pagi atau malam
hari seperti saat ini. Kyla hanya mendengus kesal duduk di kursi kemudi, disebelah
Glen yang masih terlihat kesal karena terpakasa terlambat untuk datang menemui
Reno karena kemacetan yang sudah biasa ini. Kyla menguap perlahan. Glen segera
sadar kalau sudah 2 jam mereka keluar dari komplek perkantoran tempatnya dan
Kyla bekerja. Tapi, belum setengah perjalanan dilewati.
“Hei, Kau ngantuk yaa?”tanya Glen. “Aku belum mau mati
sebelum aku menikahi Sue...” Ujar Glen dengan segera menunjuk kearah pinggiran
jalan.
“Pinggirkan dulu mobilnya. Biar aku yang mengendarai
mobil.” Ujar Glen,
Kyla segera menukar posisi setelah mobil berhenti. Glen
segera menggantikkannya mengendarai mobil.
“Apa karena semalam aku menelphone mu tidur mu jadi
benar-benar terganggu?” Tanya Glen. “Padahal, kan aku cuma menelphone mu
sebentar.”
“Pagi ini aku datang terlalu pagi ke kantor untuk
mengurus sejumlah kontrak dengan Klien. Direksi tidak mau orang lain yang
mengerjakannya kan? Termasuk kau. Belum lagi Angel yang cuti hamil di awal
tahun begini. Dan hasilnya, aku harus membantu penggantinya yang baru untuk mengajarinya
masalah kontrak untuk penyedia jasa. Kalian benar-benar memeras tenaga ku sejak
pertama aku bekerja di tempat mu.” Ujar Kyla.
“Kapan aku akan menikah kalau setiap hari bekerja dari
pagi sampai malam. Bahkan, terkadang aku harus mengurus beberapa pekerjaan lain
pada hari libur.” Keluh Kyla.
“Hei, kalau tidak laku jangan salahkan perusahaan seperti
itu.” Canda Glen.
“Kau cari ribut yaa?” Balas Kyla.
“Jangan terlalu sering marah-marah. Aku hanya bercanda.”
Ujar Glen.
“Lihat wajah mu semakin keriput nanti. Begini saja. Aku
kenalkan dengan teman ku. kau tertarik tidak?” Tanya Glen. “Ada Rio, Tony.
Siapa lagi yaa...” Pikir Glen.
Celotehan yang lagi-lagi keluar dari mulut mantan kekasih
Kyla itu lagi. Dan kalimat itu pasti selalu jadi pembuka ‘perang-kata’ mereka.
“Terima kasih atas perhatian berlebihan mu itu. Kau itu
memang boss ku yang sangat-sangat ‘baik hati’, tapi tidak perlu sampai seperti
itu.” Ujar Kyla.
“Jangan lupa. Aku juga teman dan mantan kekasih mu. Apa
tidak boleh seorang teman memberikan bantuan?” Tanya Glen.
“Aku sangat berterima kasih atas tawaran mu. Tapi, aku
rasa aku tidak mau bantuan menyesatkan mu itu. Semua teman yang kau sebutkan
selalu saja pria playboy yang memang seumur hidup mungkin tidak pernah berpikir
untuk menikah. Kau benar-benar menyebalkan.” Ujar Kyla.
“Kalau begitu bagaimana dengan Jay, mantan kekasih Sue?”
Tanya Glen.
“Kalau kau masih cemburu dengan mereka lebih baik kau
bilang pada Sue.” Ujar Kyla.
“Jay itu bawahan ku yang selalu dilempar dari satu
departemen ke departemen lain hanya karena kau selalu cemburu. Aku tidak akan
memberikan satu komentar pun tentang dia. Mengerti?” tanya Kyla setengah
meledek Glen. “Ok?” Kyla menegaskan
kata-katanya lagi.
“Apa kau masih percaya pada ‘cupied’ yang tidak bisa
jatuh hati?” Tanya Glen tiba-tiba membalas seperti sedang ingin berperang
dengan Kyla.
“Tenanglah. ‘Cupied’ itu pria menurut mitologi yunani
kuno. Kau kan wanita. Lagipula, ‘cupied’ itu akhirnya jatuh cinta pada ibunya
sendiri yang di juluki paling cantik di gunung Olympus. Dewi kecantikan
Aphrodite. Kau itu di Jakarta. Jadi, jauh dari kutukan cupied itu.” Ujar Glen
lagi seolah menertawakan julukan teman-teman ku semenjak usia ku menginjak 24
tahun itu.
“Nada bicara mu sinis sekali tuan muda.” Keluh Kyla. “Aku
juga tau soal mitologi itu. Tapi, kebetulan ada beberapa orang aneh yang menjuluki
aku seperti itu. Dan, salah satu dari orang aneh itu adalah orang yang sedang
mengoceh masalah mitologi dan kutukannya sambil menyetir di sebelah ku.” Ujar
Kyla.
Glen segera mendengus. “Kita ini benar-benar tidak
berubah yaa?” Tanya Glen. “Kau masih saja keras kepala.” Lanjut Glen.
“Dan kau masih saja jadi orang aneh yang senang mengajak
ribut orang.” Ujar Kyla.
Glen cekikikan sambil membelokkan mobilnya ke arah jalur
cepat.
“Itu sebabnya kau bisa diandalkan diperusahaan.” Ujar
Glen. “ Karena terlalu keras kepalanya, kau juga sangat senang bekerja keras
menunjukkan kalau kau tidak mungkin tidak bisa melakukan sesuatu yang sekalipun
di anggap orang tidak bisa dilakukan.” Ujar Glen lagi.
“Dan aku paling benci saat orang bilang tidak mungkin
bisa, tanpa berusaha dulu.” Ujar Kyla. “Percuma saja Tuhan memberikan mu
kekuatan dan kesempatan, kalau kau bahkan tidak mau berusaha dulu.” Lanjut
Kyla.
“Itu sebabnya aku tidak mungkin bisa membiarkan mu
dibajak perusahaan lain. Kalau kau tidak ada di kantor lagi. Maka, aku bisa
gila karena mereka suka sekali mencari alasan untuk tidak mengerjakan tugasnya
dengan benar.” Ujar Glen. “Jadi, bersabarlah sedikit demi teman-mu ini. Ok?”
Ujar Glen lagi.
Kyla hanya tersenyum kecil sambil menatap wajah Glen.
“Jadi yang mana? Rio atau Tony?” Tanya Glen dengan wajah
menantang mulai menyebutkan nama pria-pria nakal, teman club-nya.
Akhirnya Kyla hanya bisa tertawa. “Tidak untuk
kedua-duanya.” Ujar Kyla.
“Lho? Kenapa?” Tanya Glen. “Rio punya tubuh atletis dan
wajah tampan. Sementara, Tony bisa disebut sebagai pangeran ‘dikerajaan’ rumah
sakit milik ayahnya. Pangeran yang ber-limosin putih yang menawan hati para
wanita.” Ujar Glen.
“Yang satu ‘Adonis’, yang lain ‘Appolo’. Tidak menarik.”
Ujar Kyla.
Glen segera memperlambat lajunya ketika mobil itu sudah
memasuki sebuah kompleks perumahan di daerah barat Jakarta.
“Well, nobody is perfect.” Ujar Glen. “Tapi, kalau saran
ku, yaa si-‘Appolo’ itu. karena kelak kau bisa jadi nyonya pemilik sebuah rumah
sakit besar di Jakarta. Dan aku serta keluarga ku bisa mempercayakan bisnis
pada mu, serta kesehatan pada ‘suami’ mu.” Canda Glen.
“Aku rasa, aku ‘log-out’ saja dari topik pembicaraan ini.
Kita sudah sampai.” Ujar Kyla akhirnya.
Glen tertawa kecil lalu mulai menepikan mobilnya didepan
salah satu rumah didalam kompleks perumahan mewah itu. Kyla segera melambaikan
tangan pada Reno yang duduk menunggu di depan teras rumahnya.
Glen dan Kyla mengikuti langkah Reno masuk ke dalam rumah
mewah tipe town house itu dan segera duduk di ruang tamunya sambil menunggu
Reno yang meneruskan langkahnya kearah ruangan lain.
“Rumah yang besar.” Ujar Glen memuji temannya yang
tadinya hanya anak seorang pengrajin perak.
“Well, tidak sia-sia aku keluar dari kampus dan
meneruskan usaha keluarga ku sebelum bangkrut kan. Aku tidak akan lupa itu berkat
kalian.” Ujar Reno yang segera duduk di depan Kyla dan Glen.
“Kau bicara apa? Apa yang kami lakukan?” Tanya Kyla. “Kau
pantas mendapatkan lebih dari sekedar rumah ini untuk kerja keras mu.” Ujar
Kyla lagi sambil menaikan alisnya 2 kali lalu tersenyum.
“Ayolah, kalau kau tidak membantu ku di toko kecil
keluarga ku dan tidak ada bantuan financial dari keluarga Glen. Aku sudah
dipinggir jalan hari ini karena lulus kuliah pun tidak.” Ujar Reno.
“Jangan bicarakan masa lalu.” Ujar Kyla. “Membuat ku
semakin mengingat kalau aku sudah tua.” Keluh Kyla.
Reno dan Glen hanya tertawa kecil.
Reno segera teringat sesuatu. “Oh ya. Duduk dulu.”
Ujarnya sambil setengah berlari menuju ruang tengah.
Glen dengan penasarannya terus memperhatikan setiap
pajangan yang tergantung di dinding bercat merah maroon itu. Sementara Kyla
hanya duduk dengan manis memperhatikan ukiran pada meja ruang tamu, yang
berasal dari Jogja itu.
Taklama kemudian, Reno melangkah dengan cepat ke arah
mereka.
“Lihat ini.” Ujar Reno menunjukkan salah satu designnya.
Seorang wanita berjalan bersama Reno meletakkan cangkir berisi
teh dan kendi kecil yang sangat serasi dengan warna meja, kursi dan hal lain di
sekitar ruangan yang khas dengan gaya yogyakarta.
Kyla tersenyum menatap wanita itu dan menundukkan
kepalanya seraya mengucapkan terima kasih. Wanita itu segera melangkah sambil
tersenyum membalas senyuman Kyla. Reno hanya menatap punggung wanita yang mulai
berjalan kearah ruangan lain.
“Apa batu yang sebaiknya kita pakai?” Tanya Reno lagi setelah
wanita tadi pergi meninggalkan ruangan itu.
“Sapphire and diamond.” Ujar Kyla.
“Tapi, bagaimana caranya membuat cincin pernikahan dengan
2 batu begitu?” Tanya Glen.
“Ayolah Reno. Lady Diana saja bisa dibuatkan cincin
pertunangan dengan 2 batu itu.” Ujar Kyla. “Kau tidak menganggap remeh
kemampuan Reno, kan?” Tanya Kyla lagi.
“Apa kau mau seperti design cincin itu juga?” Tanya Reno.
“Bagaimana menurut mu?” Tanya Glen pada Kyla.
“Tidak. Jangan sama dengan cincin itu. Lady Di dan
pangeran Charles sudah berpisah. Aku tidak berharap teman ku bercerai seperti
itu.” Canda Kyla.
“Yaa.” Protes Glen.
“Baiklah. Aku rasa akan sangat elegan kalau cincin wanita
ditengahnya diberi batu Sapphire blue yang lebih besar yang dikelilingi
diamond. Sementara, cincin prianya kebalikannya. Ditengahnya diberi diamond
yang lebih besar dan dikelilingi saphire.” Ujar Kyla.
“Aku tidak mengerti.” Ujar Glen.
Reno tersenyum. “Kalian yang akan menikah atau..?” Reno
tidak meneruskan kata-katanya.
“Ini kejutan untuk Sue. Jadi aku dan orangtua ku meminta
orang yang paling mengerti selera Sue untuk membantu.” Ujar Glen segera.
“Jangan salah paham.” Ujar Kyla menambahkan.
“Aku pikir...” Ujar Reno lagi sambil menahan tawa
mengingat kalau Reno dan Kyla adalah mantan sepasang kekasih yang masih juga
berteman akrab setelah memutuskan hubungan cinta mereka.
Glen segera tersenyum nakal mengingat percakapannya
dengan Kyla di mobil tadi.
“Ky, kalau kau tidak mau Rio dan Tony, bagaimana kalau
kau mencoba berpacaran dengan Reno?” Tanya Glen.
Kyla segera melotot. “Kau itu sudah muak melihat kepala
mu bertengger di badan mu yaa? Harus ku bantu untuk melepaskannya?” Tanya Kyla.
Mereka akhirnya tertawa bertiga setelah beberapa detik
terdiam dan saling menatap.
Kyla segera membuka mulutnya. “Kau tau pangeran
‘hefaitos’ kita ini sudah punya ‘aphrodite’-nya.” Ujar Kyla
“Betulkah?” Tanya
Glen. “Kenapa kau tidak pernah bilang sekali pun?” Tanya Glen pada Reno. “Dan
kau juga tidak cerita.” Protes Glen.
Reno terkejut. “Kau tau darimana?” Tanya Reno.
“Kau lupa yaa pada sebutan ku? Wanita tadi itu?” Tanya
Kyla. “Aphrodite-mu kan?” lanjut Kyla memastikan.
Reno segera tergagap sambil melirik kearah ruangan
sekitarnya. “Kau, Kau bicara apa?” Tanya Reno berpura-pura tidak membenarkan
kata-kata Kyla.
Kyla tersenyum. “Jadi, kau belum mengatakan apa-apa
padanya?” Bisik Kyla sambil melirik ke arah ruangan yang di tuju wanita tadi.
Reno segera memajukkan bibirnya dan melayangkan pandangan
seolah tidak ingin membicarakannya.
Kyla mendengus. “Kau tau, jadi perawan tua itu tidak
enak. Tapi, kalau kau mau jadi perjaka tua juga tidak mungkin ku larang, kan?”
Sindir Kyla.
Glen segera mengerti maksud dari Kyla dan mulai tertawa
keras. “Kau jatuh cinta pada assisten-mu sendiri, dan tidak berani menyatakan
cinta?” Tanya Glen sambil tergelak. “Yang benar saja?”
Kyla segera menyikut perut Glen. Namun dasar Glen yang
justru senang punya bahan ledekan baru, justru semakin menambah volume
suaranya.
“Kenapa menyikut ku?” Tanya Glen.
Reno segera menaruh telunjuknya didepan bibirnya yang
sudah maju berkali-kali sejak tadi.
“Kau tidak mau cincin mu bermasalah, kan?” bisik Kyla.
Glen segera terbatuk-batuk sambil menunjukkan kedua
telapak tangannya di depan dengan wajah polos.
“Sorry_Sorry_Sorry.” Ujarnya menirukan lagu yang
dibawakan boyband Korea kegemaran Sue.
***
Kyla sibuk menerangkan design cincin pada Reno. Glen
justru asik berbincang dengan assisten Reno, Sinta yang datang dari ruangan
belakang. Tak berapa lama kemudian rancangan cincin yang dicatat terlebih dahulu
oleh Reno segera mulai digambar oleh Reno diatas kertas HVS dengan penuh
konsentrasi.
Kyla yang mulai bosan duduk di satu tempat segera
mengangkat tubuhnya dan berjalan kearah teras rumah Reno. Lalu wanita itu mulai
menginjak batu-batu bulat yang sengaja diletakkan diantara rumput sebagai
‘pathways’. Kyla meregangkan otot-otot tubuhnya dengan mengangkat naik
tangannya ke atas lalu melirik ke arah langit malam. Namun, pandangannya
berhenti sebelum matanya menatap langit saat melihat wajah seorang pria di
balkon seberang rumah temannya itu.
Kyla berpikir mengingat sekilas. Sambil memutar lehernya
ke-kanan-kiri. Kyla segera menarik lehernya untuk memandang ke arah pria yang tadi
berdiri di sana sekali lagi dengan terburu-buru sampai membuat lehernya sakit.
“Aw.” Pekik Kyla karena otot lehernya tertarik.
Kyla mencoba mengingat wajah yang dilihatnya sekali lagi.
“Dimana aku melihat pria itu, yaa?” Pikir Kyla.
Kyla segera teringat pada pria itu. Pria menyebalkan yang
mengungkit perbedaan antara Kyla dan Ben.
“Ho-ah!” Keluh Kyla. “Dia lagi.” Desis Kyla. “Dasar!”
Umpat Kyla lagi.
Pria yang sejak tadi berada di atas beranda itu menyadari
kalau dirinya sedang diperhatikan dari bawah. Jun segera melirik kearah Kyla
yang tepat sedang mengumpat kesal sambil memandang Jun dari bawah.
Kyla tersadar bahwa pria itu sekarang memandang
kearahnya. Kyla segera melirik kearah lain lalu berbalik menuju pintu masuk rumah.
Jun hanya memandanginya dari atas sambil berdecak.
“Oh, Dia? Benar-benar wanita aneh.” Desis Jun. “Apa yang
dia lakukan disana?” Tanya Jun dalam hati.
Kyla yang kini sudah kembali masuk kedalam ruang tamu
hanya memperhatikan gambar design Reno yang belum jadi. Reno tersadar kalau
hari sebenarnya sudah terlalu malam untuk Kyla masih berada disana.
“Apa Ben dirumah ada yang menjaga?” Tanya Reno.
“Dia bersama Dennis dan Grace satu minggu ini.” Ujar
Kyla.
“Enak sekali. Berarti satu minggu ini kau bebas seperti
waktu single dulu.” Ujar Reno sambil melirik kearah wajah Kyla.
Kyla mendengus. “Jangan bercanda. Aku memang selalu
single.” Ujar Kyla. “Single-parent.” Lanjutnya.
Reno tersenyum. “Apa selama diperjalanan dengan Glen, dia
masih sibuk menjodohkan mu lagi?” Tanya Reno.
Yang dibicarakan segera menyahut. “Hei, kau cari
gara-gara, yaa?” Tanya Glen sambil melirik kearah assisten Reno yang bernama
Sinta.
Reno segera berdehem menahan kata-katanya. Kyla segera
menengahi dengan mengganti topik pembicaraan.
“Bagaimana keadaan bisnis mu?” Tanya Kyla.
“Jarang sekali orang membeli perhiasaan emas belakangan ini.
Aku kembali ke perak. Dan sekalipun ada yang membeli emas, mereka lebih suka
emas putih.” Ujar Reno menerangkan.
“Benar juga. Yang biasa membeli emas hanya sebagian orang
yang mampu. Dan rata-rata dari mereka lebih suka membeli emas koin atau batangan
untuk investasi.” Ujar Kyla.
“Hmm, padahal orang selalu mengatakan soal pertumbuhan
ekonomi.” Ujar Glen. “Omong kosong!” Keluh Glen.
Pembicaraan mereka pun mulai melantur ke-isu politik dan
ekonomi negara. Maklum, situasi ekonomi negara ini memang tidak seburuk saat
krisis moneter melanda. Tapi, tetap saja minat orang biasa untuk membeli
perhiasaan mahal masih terbentur dengan isi kantong yang belum tentu cukup
untuk menabung untuk modal hari tua. Jangankan menabung, bahkan mereka belum
tentu bisa mencukupi kebutuhan pokok mereka dengan penghasilan ‘ala kadar’ nya,
meski tiap tahun para wakil rakyat dan pimpinannya menyatakan bahwa jumlah
orang dibawah garis kemiskinan menurun.
“Entah laporan itu dilihat dari sisi mana. Benar-benar
tidak konkrit. Tidak sinkron dengan apa yang jadi fakta di masyarakat luas” Kata
Glen selalu kalau sudah menanggapi hal itu.
Mereka semakin bicara ngalor-ngidul entah kemana
tujuannya. Seperti biasa, pembicaraan tidak jelas itulah yang membuat waktu
terasa cepat berlalu. Reno pun selesai dengan ‘rough design’ yang digambarnya.
“Sesuai dengan yang kau bayangkan?” Tanya Kyla pada Glen.
“Jika Reno yang buat, aku tidak perlu cemas. 3 generasi
pengusaha perhiasan. Aku benar-benar bergantung pada mu, ‘sob’.” Ujar Glen.
“Well, aku akan email design yang rapihnya nanti sekitar
besok malam. Untuk budget-mu. Apa aku harus tanya?” Tanya Reno.
“Berapa pun itu. Ini untuk simbol sekali dalam seumur
hidup ku. Kau beritahukan saja nanti setelah kau menghitungnya.” Ujar Glen.
“No problemo.” Ujar Reno. “Itu bisa diatur!” lanjut Reno
dengan gaya dan nada bicara Kasino DKI bicara.
“Sudah lama sekali tidak dengar kau bicara ‘cacat’
begitu.” Ujar Kyla bercanda. “Kalau dia sih tiap hari bicara begitu.” Lanjut
Kyla sambil menunjuk Glen.
Selama mereka bicara, Sinta hanya tersenyum dan sesekali
tertawa kecil. Tapi, Kyla bisa melihat kalau Reno dan Sinta sering saling curi
pandang ditengah candaan mereka sejak tadi.
Tiba-tiba saat mereka tengah asik bercanda sebuah langkah
memasuki halaman depan rumah Reno dan melirik kearah dalam rumah. Jun tersenyum
seolah ingin tau apakah yang terjadi di rumah tetangganya yang biasannya sepi
itu.
“Jun!” Sapa Reno.
“Hai!” Sapa Jun lalu memandang kesekeliling Reno dan
mendapati wajah Kyla yang setengah menahan cemberut.
“Sial. Mau apa dia?” Pikir Kyla. “Kenapa Reno sampai bisa
bertetangga dengan orang menyebalkan ini?”
Jun segera sadar kalau kehadirannya mengusik ketenangan
Kyla. Jun segera melirik Sinta yang berdiri disebelah Kyla yang duduk dengan
posisi yang sengaja menunjukkan kalau dirinya tidak ingin melihat pria yang
tiba-tiba mengusik itu.
“Jay mencari mu.” Ujar Jun seolah mencari alasan sambil
mencuri pandang kearah Kyla.
“Kakak sudah pulang? Katanya lembur.” Ujar Sinta.
Kyla segera tersadar dengan kata-kata pria itu serta
jawaban dari Sinta. Namun berusaha tidak menunjukkan ekspresi wajahnnya.
“Pulanglah dulu.” Ujar Reno pada Sinta.
Sinta segera menundukan badan dan tersenyum manis. “Kalau
begitu aku permisi dulu.” Ujar Sinta.
Kyla tersenyum kecil dengan ekspresi hangat pada Sinta.
Tapi, tidak menunjukkan ekspresi bersahabat pada Jun sedikit pun.
Sinta yang jadi alasan Jun sudah berjalan keluar dan Jun
masih belum sadar kalau mata Glen mengawasinya yang terus mencuri pandang ke
arah Kyla. Mata Jun pun berpapasan dengan mata Glen yang menyeringai senang
seolah ada bahan ledekan baru untuk Kyla yang baru kali ini memiliki daya tarik
tersendiri yang menarik mata pria yang tampan itu untuk melihat ke arah wanita
itu berkali-kali. Jun tersadar dan segera tersenyum pada Reno dengan tampang
polosnya.
“Well, good night.” Ujar Jun cangung.
Pria bertubuh atletis itu segera berbalik dengan
terburu-buru.
Glen segera melirik kearah kyla dengan senyuman nakal
seolah ingin mengajak ‘perang-mulut’ lagi. Kyla segera mendengus kesal.
“Kenapa mendengus?” Tanya Glen.
Yang ditanya tidak menjawab justru menyandarkan kepalanya
ke pinggiran belakang kursi ukir sambil kembali mendengus kesal.
“Apa ada mantan kekasih mu yang tidak aku kenal?
Atau...?” Pertanyaan Glen segera terhenti dengan jawaban Kyla.
“Pria tadi itu, teman dari mantan-kekasih-calon-istri-mu.”
Ujar Kyla lalu menguap panjang. “Aku benar-benar mengantuk. Kalau sudah ayo
pulang. Tuan rumahnya juga ingin istirahat.” Ujar Kyla.
Glen masih terdiam. Kyla pun segera menarik kunci
mobilnya yang berada di atas meja dan menaruhnya kedalam tangan Glen.
“Ayo cepat.” Ajak Kyla.
Reno tersenyum melambaikan tangan saat Kyla dan Glen
sudah siap di dalam mobil. Glen segera melaju setelah membalas lambaian tangan
Reno. “See you!” Ujar Glen.
Hening sejenak menghinggapi Glen yang biasanya langsung
bicara tanpa mengerti kapan harus berhenti itu. Tapi, dalam hitungan 3 setelah
melewati gerbang depan perumahan mewah itu Glen segera membuka mulutnya yang
gatal untuk bertanya tentang pria yang tadi datang ke tempat Reno.
“Kau bilang dia teman Jay? Memangnya, Jay bisa punya
teman seorang aktor, yaa?” Tanya Glen.
“Aku pikir kau tidak akan bicara lagi tentang pria tadi
karena bersangkutan dengan mantan kekasih Sue.” Ujar Kyla sambil melirik Glen.
“Aku hanya ingin tau.” Ujar Glen segera.
“Yaa, hampir mustahil mungkin menurut mu. Tapi, lain kali
kalau mempekerjakan orang kau harus tahu background pegawai mu itu.” Ujar Kyla
lalu mendengus.
“Aku baru ingat. Waktu itu kau tidak mau mempekerjakan
Jay. Tapi, aku tidak tau kenapa.” Ujar Glen.
“Karena dia hanya lulusan SMA dan tidak punya pengalaman
kerja dimana pun. Dan usianya sudah 25 tahun saat itu.” Ujar Kyla.
“Jadi, kau mempekerjakannya karena apa?” Tanya Glen.
“HRD lama yang memasukkannya saat aku tugas ke Hongkong.
Bukan aku.” Ujar Kyla. “Tapi, dia bisa belajar cepat walau sering kau pindahkan
dari bagian satu ke bagian lain. Dan, alasan HRD lama tentu tidak ada sangkut
pautnya dengan kemampuannya belajar itu. Melainkan karena HRD lama kita salah
satu fans dari Ibunya Jay, artis yang bernama Jeanny Bakers itu. Dan pengalaman Jay sebelum bekerja untuk kita
adalah model remaja juga penyiar radio anak muda. Entah mengapa skandal ibunya
mempengaruhi karir Jay saat itu. Makanya, dia bisa ‘nyangkut’ di perusahaan
kita.” Ujar Kyla.
“Wah, kau tau banyak, yaa?” ledek Glen.
“Kau lupa aku ini General Manager di perusahaan mu.
Gossip seperti itu tidak-lah sulit untuk di cari tau. Dan sisanya kau bisa
kroscek langsung dari infotainment.” Tawa Kyla. “Kau mengerti, kan sekarang
kenapa seluruh staff menjuluki aku ratu lebah? Itu karena aku sangat menguasai
‘sarang lebah’ ku itu.” Ujar Kyla.
“Hebat. Kau bahkan tau berita tidak berguna begitu.”
Ledek Glen lagi.
“Berita yang kau sebut tidak berguna itu adalah jawaban
dari pertanyaan mu tadi. Jadi jangan heran kalau Jay memiliki teman aktor.”
Ujarnya lagi pada Glen.
Glen terdiam dengan wajah seolah berpikir, mengusik Kyla
untuk segera bertanya.
“Kenapa?” Tanya Kyla.
“Kalau aku pikir-pikir, dia itu salah satu pria tipe-mu,
kan?” Tanya Glen.
Kyla mendengus kesal. “Sama sekali bukan tipe ku.” Ujar
Kyla kesal.
“Kenapa sepertinya ‘alergi’ sekali padanya?” Tanya Reno.
“Pria macam apa yang menyinggung perbedaan aku dengan
anak ku sendiri di depan anak ku dan teman-teman ku. hoah. Benar-benar pria
konyol yang tidak tau dia sedang berurusan dengan siapa. Mengesalkan.” Desis
Kyla.
“Oh yaa? Memangnya kalian sebelumnya bertemu dimana?”
Tanya Glen.
“Di restaurant dekat kantor saat aku, Grace, Sue dan Ben
makan siang.” Ujar Kyla. “Kau tidak perlu tanya lagi.” Ujar Kyla lagi sambil
berpikir kalau ditanya lagi oleh Glen, Sue pasti akan terkena dampak dari api
cemburu Glen. Apa lagi jika Glen tau Sue mengajak Jay dan temannya itu makan di
meja yang sama. Bisa-bisa, Glen akan bertengkar hebat dengan Sue.
“Baiklah.” Ujar Glen. “Apa Ben baik-baik saja?” Tanya
Glen.
“Dia masih kecil untungnya. Tapi, dia kesal pada pria itu
juga.” Ujar Kyla.
“Untunglah. Karena aku yakin kelak setelah Ben dewasa,
kau juga tetap tidak tau harus berkata apa tentang ayahnya. Karena kau juga
tidak tau siapa ayahnya.” Ujar Glen.
“Yaa. Karena aku sudah menandatangani perjanjian dengan
Bank Sperma itu agar identitas ku atau pemilik sperma tetap menjadi rahasia.”
Ujar Kyla sambil mendengus lagi untuk kesekian kalinya.
an a.k.a inriani sianipar
Komentar
Posting Komentar