- Pembuka
Menurut para ahli bahasa Jepang ada
dua aliran ilmu bahasa di Jepang yaitu, Kokugogaku (Ilmu
bahasa Jepang Tradisional)
dan Gengogaku (Ilmu
bahasa Jepang Masa Kini).
Kokugogaku memiliki tradisi khas
Jepang dalam penyusunan kata pada bahasa Jepang yang terlepas dari ilmu bahasa
Barat, termasuk gramatika yang sudah ada sejak zaman Edo. Sementara, Gengogaku
mengadaptasi konsep bahasa dari Barat yang
diterapkan pada bahasa Jepang mulai dari gramatika, fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Namun,
ada sedikit perbedaan dalam struktur kata bahasa jepang dengan
bahasa lain.
Pada umumnya kata dalam bahasa
Inggris maupun Indonesia mengenal adanya Syllable sebagai satuan ucapan terkecil dalam
pengucapan sebauh kata. Akan
tetapi, bahasa Jepang menggunakan Mora
sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata. Namun, ada pendapat
lain mengenai penggunaan Haku yang
dianggap sebagai satuan ucapan terkecil yang dipakai dalam bahasa Jepang.
Beberapa hasil penelitian dari peneliti bahasa dan ahli bahasa menyimpulkan
buah pemikiran mereka mengenai satuan ucapan terkecil atau suku kata yang ada
pada bahasa Jepang dengan konsep yang berbeda-beda.
Penelitian mengenai Suku kata yang dipakai dalam bahasa Jepang terus
berlanjut hingga kini. Ada yang beranggapan bahasa Jepang yang termasuk ke dalam
Pitch-accent Language menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil. Ada
yang berpendapat bahasa Jepang menggunakan Haku
sebagai satuan ucapan terkecilnya. Pendapat lain dari beberapa ahli bahasa menggunakan istilah Onsetsu, atau yang dalam bahasa Inggris
disebut sebagai Syllable, sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata pada
bahasa Jepang.
- Isi
1. Latar
Belakang
Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku
kata dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada
bahasa Jepang. Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat
asli Jepang tidak begitu mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku
kata dalam bahasa Jepang. Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran
mengenai struktur kata di dalam fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran
mengenai istilah ini akan memperdalam pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara
detail.
2. Permasalahan
Perbedaan pendapat dari dua aliran ilmu bahasa di Jepang, Kokugogaku (Ilmu
bahasa Jepang Tradisional)
dan Gengogaku (Ilmu
bahasa Jepang Masa Kini) mengenai istilah untuk satuan ucapan terkecil, atau
yang biasa disebut suku kata, disebabkan adanya konsep yang berlainan mengenai
cara pengucapan sebuah kata dalam bahasa Jepang. Apakah perbedaan istilah
tersebut berpengaruh pada cara komunikasi dalam bahas Jepang?
3. Tujauan
Tujuan penulisan ini adalah untuk
menunjukkan adanya perbedaan konsep bahasa antara bahasa Jepang dan bahasa lain dan
pengaruhnya pada proses komunikasi dalam bahasa Jepang. Selain itu, penulisan
ini juga bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai istilah-istilah yang
dipakai dalam fonologi bahasa Jepang.
4. Landasan teori
Banyak yang mengira satuan ucapan
terkecil dalam bahasa Jepang adalah Syllable
(suku kata). Namun pada umumnya masyarakat Jepang tidak mengenal Syllable (suku kata), atau yang
dalam bahasa Jepang disebut Onsetsu, dalam satuan ucapan terkecil sebuah kata pada bahasa Jepang. Ada dua
istilah dalam bahasa Jepang yang diseebutkan sebagai satuan ucapan terkecil
yaitu, Haku dan Mora.
Haku
adalah satuan ucapan terkecil berupa satuan irama tepukan tangan yang teratur
dengan tempo ucapan yang konstan, berfungsi mengatur pengucapan kata dalam
bahasa Jepang. Sementara, Mora adalah
istilah untuk satuan ucapan terkecil yang mengandung satu inti nada rendah atau
nada tinggi dari aksen nada yang digunakan dalam kata asli bahasa Jepang dan
kata serapan yang diambil dari bahasa asing di Jepang. Akan tetapi, seorang
peneliti bahasa Jepang, Shibatani (1990) mendapati adanya perbedaan konsep suku
kata dalam dialek Takajocho yang dipakai di prefektur Miyagi. Pada dialek ini suku kata disebut sebagai
Onsetsu.
Menurut seorang ahli bahasa Jepang,
Kindaichi Haruhiko, masyarakat Jepang tidak menggunakan Syllable (suku kata) atau dalam bahasa Jepang disebut Onsetsu melainkan Haku. Kindaichi menyimpulkan pengucapan satu kata bahasa Jepang
terjadi dengan adanya pengucapan beberapa Haku
yang teratur, dan Haku merupakan istilah
untuk suku kata dalam bahasa Jepang. Konsep Haku yang dicetuskan ahli bahasa
tradisonal Jepang ini menyebutkan bahwa satuan tempo pengucapan dalam Haku berukuran 0,1 detik.
Berikutnya ada konsep
Mora dicetuskan oleh Hattori Shiro
yang mempelajari ilmu bahasa Jepang Modern.
Bahasa Jepang yang termasuk dalam tipe bahasa Pitch-accent Language
menekankan tinggi-rendahnya aksen nada dalam pengucapan satu kata. Dalam bahasa
Jepang, ada beberapa kualifikasi untuk menetukan berapa Mora yang
terdapat dalam satu
kata sebagai berikut;
a.
Satu
huruf vokal dapat
berdiri sendiri (umunya diawal kata atau diakhir kata seperti pada kata sifat
~i / ikeyoshi), atau gabungan
konsonan dan vokal dihitung satu Mora.
b.
Konsonan
ganda yang ditandai adanya ~tsu kecil (っ) yang dihitung satu Mora.
c.
Konsonan
diakhir kata seperti pada bunyi nasal /n/ dihitung satu Mora.
d.
Bunyi panjang diakhir dalam sebuah
kata dalam Katakana ( - ) yang umumnya
kata serapan dari bahasa asing dihitung satu
Mora.
Dari penjabaran kualifikasi Mora
diatas dapat disimpulkan tidak ada kata dalam bahasa Jepang yang dimulai dengan
dua konsonan berurutan. Konsonan pada akhir kata dalam bahasa Jepang dihitung
terpisah dan dianggap sebagai satu Mora.
Pada 1990, seorang
peneliti bahasa, Shibatani menyatakan sebuah pendapat setelah menemukan adanya perbedaan konsep suku kata
dalam dialek Takajocho yang dipakai di prefektur Miyagi. Pada
masyarakat di Utara Jepang yang menggunakan dialek ini, konsep suku kata yang
dipakai adalah
Onsetsu. Pada
Syllable atau Onsetsu yang ditemukan pada dialek Takajocho kata mikan yang
berarti jeruk memiliki dua Onsetsu, yaitu“mi” dan “kan”. Sedangkan pada dialek
Kanto (Tokyo) dan Kansai (Osaka) kata mikan memiliki tiga Mora atau Hakku
yaitu, “mi”, “ka”, dan “n”.
Istilah Syllable atau Onsetsu sempat dicetuskan oleh seorang
ahli bahasa Jepang sebelumnya. Sugito Miyoko menyimpulkan istilah Onsetsu yang berbeda dengan Syllable yang umumnya diketahui. Jika
pada bahasa Inggris kata straight
dihitung sebagai satu Syllable sebaliknya,
pada bahasa Jepang kata straight yang
diadaptasi berubah menjadi “Su-tu-re”, dan memiliki tiga Onsetsu. Hal ini berkaitan dengan konsep Syllable yang memiliki tiga struktur internal dalam satu ucapan
terkecil yang disebut sub-units
yaitu, Onset (konsonan di awal kata),
Nucleus (vokal), dan Coda (konsonan diakhir kata). Menurut
wanita ini perbedaan antara Onsetstu
dan Syllable terletak pada suku kata dalam bahasa Jepang yang mempertimbangkan
aksen nada (pitch).
Onsetsu adalah -- satu
ruas ucapan yang merupakan satuan dari aksen nada. – (Sugito ed. 1998:15)
5. Analisa
Berdasarkan teori yang dikemukanan para peneliti dan ahli bahasa
mengenai suku kata yang ada dalam bahasa Jepang dapat terlihat suku kata, atau Syllable dalam bahasa Inggris, dan Onsetstu dalam bahasa Jepang, memiliki
konsep yang berbeda. Masyarakat Jepang pada umumnya membagi ruas kata dalam
beberapa satuan ucapan terkecil yang disebut dengan Haku atau Mora.
Pada dasarnya Haku dan Mora tidak begitu berbeda. Dalam Haku ditekankan adanya tempo atau ketukan
dan aksen nada dalam membagi ruas kata menjadi suku kata. Sedangkan pada Mora terlihat konsep bahasa Jepang yang
mengikuti lambang fonetik Kana (Hiragana dan Katakana). Konsep Mora juga sudah ditemukan sejak
munculnya kesusastraan pada zaman Heian di Jepang. Mora digunakan sebagai ketukan irama Puisi Jepang baik Haiku,
Shiritori, Waka, dan Haikai no Renga. Sebagai contoh, Haiku memiliki 17 Mora
yang dibagi atas 5-7-5 Mora.
Masyarakat Jepang umumnya membagi satuan suku kata dalam sebuah kata
dengan klasifikasi yang ada pada konsep Mora
yaitu, bunyi vokal dapat berdiri sendiri dan bunyi konsonan yang diikuti vokal
dihitung satu Mora. Untuk bunyi
konsonan panjang atau konsonan ganda dihitung satu Mora. Selain itu, bunyi konsonan diujung kata seperti pada konsonan
nasal /n/ dihitung sebagai satu Mora.
Berikut ini adalah tabel kata dalam bahasa Jepang dengan pemotongan satuan ucapan terkecil menggunakan
konsep Mora.
Mora
|
||
Kata dalam
bahasa Jepang |
Pembagian
dalam Mora |
Jumlah
Mora |
Aoi
|
A.o.i
|
3
|
Ookii
|
O.o.ki.i
|
4
|
Gakkou
|
Ga.k.ko.u
|
4
|
Resutoran
|
Re.su.to.ra.n
|
5
|
Shinkansen
|
Shi.n.ka.n.se.n
|
6
|
Kisetsu
|
Ki.se.tsu
|
3
|
Di bawah ini adalah tabel kata dalam bahasa Jepang dengan pemotongan satuan ucapan terkecil menggunakan
konsep Syllable.
Syllable
|
||
Kata dalam
bahasa Jepang |
Pembagian
dalam Syllable |
Jumlah
Syllable |
San
|
San
|
1
|
Gakkou
|
Gak.kou
|
2
|
Meiji
|
Mei.ji
|
2
|
Kisetsu
|
Ki.set.Su
|
3
|
Shinkansen
|
Shin.kan.sen
|
3
|
Resutoran
|
Re.su.to.ran
|
4
|
Kedua tabel diatas menunjukan perbedaan yang jauh antara Syllable dan Mora. Sementara pada Haku,
suku kata dalam bahasa Jepang bisa memiliki arti yang berbeda dengan adanya
perbedaan aksen nada. Hal itu dapat terlihat jelas jika menelaah lebih dalam
tentang dialek yang ada di Jepang.
- Penutup
- Simpulan
Suku kata dalam bahasa Jepang umumnya mengikuti lambang fonetik Kana
yang dipakai dalam bahasa Jepang, baik Hiragana maupun Katakana. Itu sebabnya
dalam bahasa Jepang kualifikasi dalam membagi sebuah kata menjadi suku kata,
atau satuan ucapan terkecil, berbeda dengan bahasa lain. Perbedaan istilah yang
dicetuskan beberapa peneliti dan ahli bahasa Jepang menunjukan adanya perbedaan
makna dalam sebuah kata jika pembagian suku kata dalam bahasa Jepang mengikuti
pola Syllable yang dipakai sebagian
besar bahasa lain di dunia.
Bunyi konsonan yang diikuti vokal, dan bunyi vokal yang dapat berdiri
sendiri dihitung dalam satu Mora. Konsonan
ganda atau bunyi panjang dalam Katakana yang diberi simbol ( - ) di hitung
sebagai satu Mora. Dan bunyi nasal
/n/ diakhir sebuah kata dihitung satu Mora.
Sementara, Haku yang menitikberatkan pada aksen nada dan tempo, atau ketukan, menjelaskan
bahwa adanya perbedaan makna sebuah kata dalam bahasa Jepang saat pengucapan
suku kata diikuti dengan nada yang berbeda. Hal itu dikarenakan bahasa Jepang
bertipe Pitch-accent Language.
- Sumber
Tjandra, Sheddy N. 2004. Fonologi
Jepang: Universitas Indonesia Jakarta
Tsujimura, Natsuko. 2000. An
Introduction to Japanese Linguistic: Blackwell Publisher
Tamaoka, Katsuo. Terao,
Yasushi. Mora
or syllable? Which unit do Japanese use in
naming visually presented stimuli .2004 .http://www.lang.nagoya-u.ac.jp/~ktamaoka/gyouseki/sadokuari/2004/TT2004.pdf
.02-06-2012/ 19.20
an a.k.a inriani sianipar
Komentar
Posting Komentar