Pada umumnya prosesi
pernikahan dilakukan sesuai dengan adat-istiadat, agama ataupun
kepercayaan yang dianut kedua mempelai yang akan menikah. Berbeda halnya dengan
prosesi pernikahan yang terjadi di
Jepang. Prosesi yang seharusnya memiliki kesan sakral ini terkadang tidak
terjadi seperti saat sebagian besar pasangan di dunia ini melakukan pernikahan.
Di Jepang, kedua
mempelai tidak harus beragama kristiani
untuk melakukan prosesi pernikahan secara Kristiani. Dapat terlihat Pada
grafik pertama pemeluk kristiani menempati urutan terbawah dengan 10,6% responden, tetapi pada garfik keempat perolehan
untuk pernikahan dengan prosesi kristiani menempati urutan teratas dengan 45,5%
responden. Pada grafik pertama juga dapat terlihat 35,8% penduduk Jepang
memeluk ajaran Budha tetapi, prosesi pernikahan Budha menempati posisi terendah
dalam urutan prosesi pernikahan impian dengan perolehan 8, 5% pada grafik
keempat. Prosesi pernikahan Shinto menempati urutan kedua dari bawah dengan
18,3% responden yang memilih meskipun pada grafik pertama tercatat 11% responden
memeluk ajaran Shinto. Pada grafik pertama dan ketiga dapat disimpulkan 52,4%
responden tidak menjadi pemeluk agama mana
pun, dan 42,3% pasangan calon
yang akan menikah memilih untuk merayakan pernikahan mereka dengan cara di luar
ritual adat maupun agama. Bahkan, ada prosesi pernikahan Jepang yang dilakukan
di taman hiburan seperti Disneyland, lengkap dengan karakter tikus walt Disney,
Mickey Mouse sebagai pelaksana pemberkatan pernikahan.
Menurut survai yang
dilakukan sebuah situs kebudayaan Jepang (http://www.japan-guide.com) terhadap
240 pasang calon pengantin Jepang yang akan menikah, pada grafik kedua dengan
pertanyaan seberapa religiuskah mereka dapat terlihat 55,3% responden
menyatakan bahwa mereka tidak religius. Diikuti dengan 28,9% responden menjawab
tidak tahu apakah mereka religius, dan 15,9% responden merasa religius. Pada
grafik ketiga 50% responden tidak merasa agama sebagai suatu faktor yang
penting. 37,8% responden berpendapat bahwa agama merupakan hal yang dianggap
sedikit penting. 9,3% responden menganggap agama sebagai faktor yang penting
dan 2,8 % responden menjawab agama dianggap sebagai faktor yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Singkatnya, menurut
hasil survai yang
dilakukan pada 2000 ini dapat disimpulkan pernikahan di Jepang tidak ada
hubungannya dengan jumlah penganut ajaran agama tertentu. Pasangan calon
pengantin lebih memilih prosesi pernikahan yang dianggap praktis dan mudah
untuk dilaksanakan. Selain itu, faktor pembiayaan juga menjadi bahan
pertimbangan mereka. Hal itu menyebabkan pasangan calon pengantin memilih
pernikahan yang dilakukan dengan penyelenggaraan resepsi kecil atau tanpa
pesta, yaitu dengan mencatatkan pernikahan mereka di balai kota.
an a.k.a inriani sianipar
an a.k.a inriani sianipar
Komentar
Posting Komentar